Kemenkeu Taksir Penerimaan Negara Tinggi, Defisit APBN 2022 Kian Kecil
Kinerja positif pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 diperkirakan akan menular ke kinerja tahun ini. Realisasi defisit anggaran 2022 diperkirakan bisa lebih kecil dari yang ditetapkan dalam APBN yakni 4,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Defisit APBN 2021 tampaknya akan jauh lebih kecil daripada 4,85%, bisa di sekitar 4,4%-4,3% atau bahkan lebih rendah lagi kalau kita nanti lihat ternyata performanya sesuai yang kita ekspektasikan," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam diskusi dengan media, Rabu (12/1).
Optimisme tersebut didukung oleh pendapatan negara yang kemungkinan masih akan tinggi.
Ia mengatakan, penyusunan postur APBN 2022 belum memasukkan berbagai pertimbangan seperti reformasi perpajakan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Kemenkeu sebelumnya memperkirakan implementasi UU HPP berpotensi menambah pendapatan negara hingga Rp 139,3 triliun pada tahun ini.
Nilainya akan terus meningkat hingga 2025 dengan besaran Rp 353,3 triliun.
Sementara dari sisi belanja juga masih tetap dipertahankan. Dari belanja tersebut pemerintah juga masih melanjutkan dukungan belanja untuk pandemi melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Anggaran PEN tahun ini turun menjadi Rp 414 triliun, kendati demikian pengeluarannya juga mulai difokuskan ke tiga sektor prioritas yang lebih terstruktur yakni kesehatan, perlindungan sosial dan dukungan pemulihan ekonomi.
"Arah kita akan tetap menuju konsolidasi fiskal yang makin kredibel, risiko fiskal kita juga makin terkendali, kita cukup nyaman dengan kondisi sekarang sehingga fiskal kita masih bisa mendukung pemulihan ekonomi kita secara kuat," kata Febrio.
Sebagai informasi, pemerintah diperbolehkan untuk menetapkan batas ambang defisit APBN lebih dari 3% dari PDB pada periode 2020-2022.
Artinya, tahun 2022 menjadi tahun terakhir pemerintah bisa memperlebar defisitnya di atas 3% dari PDB.
Mulai tahun depan defisit harus kembali di bawah 3% terhadap PDB seperti yang ditetapkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Sementara itu, dalam catatan Kementerian Keuangan, posisi sementara defisit APBN 2021 sebesar Rp 783,7 triliun atau setara 4,65% terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi tersebut hanya 77,9% dari target sebesar Rp 1.006,4 triliun. Defisit tersebut juga lebih rendah dari yang ditetapkan dalam APBN 2021 yakni 5,7%.
"Realisasi defisit sementara APBN 2021 tersebut jauh lebih kecil Rp 222,7 triliun dari target," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers kepada media, Senin (3/1).
Lebih rendahnya realisasi defisit didorong membaiknya kinerja penerimaan negara.
Pada tahun 2021, kinerja penerimaan negara tumbuh lebih tinggi dari belanja. Realisasi pendapatan tahun 2021 mencapai Rp 2.003,1 triliun. Capaian tersebut setara 114,9% dari target sebesar Rp 1.743,6 triliun.
Penerimaan tahun 2021 juga berhasil tumbuh 21,6% dari tahun sebelumnya, serta lebih tinggi dari penerimaan negara di pre-pandemic level atau dalam LKPP 2019.
Semua sumber pendapatan negara berhasil mencapai target. Penerimaan pajak mencapai 103.9% dari target, kepabeanan dan cukai sebesar 125,1% dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai 151,6% dari target.
Defisit yang semakin kecil juga dikarenakan belanja negara tumbuh lebih lambat dibandingkan pendapatan.
Realisasi belanja sampai akhir tahun 2021 mencapai Rp 2.786,8 triliun atau 101,3% dari target sebesar Rp 2.750 triliun. Realisasi belanja 2021 tumbuh 7,4% dari tahun sebelumnya.
Realisasi belanja terutama didorong belanja pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga (K/L). Sementara belanja pemerintah pusat melalui non-K/L serta belanja melalui transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) tidak mencapai pagu.