Urgensi Penyelesaian Proses Revisi Undang-Undang Migas

Komaidi Notonegoro
Oleh Komaidi Notonegoro
12 Maret 2022, 08:30
Komaidi Notonegoro
Ilustrator: Joshua Siringoringo | Katadata
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Tekanan pada aspek fiskal dan moneter akibat meningkatnya harga minyak semakin menegaskan mengenai urgensi revisi Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001. Ditinjau dari aspek konstitusional maupun teknis bisnis, proses revisi UU Migas mendesak untuk dilakukan.

Dari aspek konstitusional, revisi UU Migas telah diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK No. No.002/PUU-I/2003, Putusan MK No.20/PUU.V/2007, dan Putusan MK No.36/PUU.X/2012. Revisi yang merupakan inisiatif DPR berdasarkan keputusan Panitia Hak Angket BBM 2008 ini menjadi salah satu proses revisi UU yang paling lama.

Dari aspek teknis dan bisnis, kinerja sektor migas yang cenderung turun usai diundangkannya aturan tersebut juga menjadi pendorong UU tersebut perlu direvisi. Dalam hal ini, UU Migas bukan merupakan faktor tunggal yang menyebabkan menurunnya kinerja sektor migas. Namun, karena merupakan payung hukum tertinggi dalam pengelolaan dan pengusahaan migas, permasalahan di dalamnya mendesak untuk segera diselesaikan.

Kondisi Hulu Migas Indonesia Pasca UU Migas

Cadangan dan produksi migas Indonesia pasca UU tersebut berlaku cenderung menurun. Rata-rata cadangan minyak Indonesia pada periode 1980-2000 tercatat sekitar 7,2 miliar barel. Sementara rata-rata cadangan minyak Indonesia periode 2001-2020 atau setelah terbitnya UU Migas No.22/2001 sekitar 3,8 miliar barel, turun sekitar 47 %.

Pasca-penerbitan UU Migas 2001, target lifting minyak dalam APBN juga sering tidak tercapai. Selama periode 2001-2021, hanya pada 2020 target lifting minyak terpenuhi. Target kala itu sebesar 705 ribu barel per hari, sementara realisasinya 707 ribu barel.

Volume lifting minyak setelah UU Migas 2001 juga terus menurun. Rata-rata lifting minyak Indonesia selama 1980-2000 sekitar 1,5 juta barel per hari. Sementara pada periode 2001-2020 sekitar 978 ribu barel.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penyelesaian revisi UU Migas menjadi keharusan untuk memperbaiki kinerja sektor migas. Revisi ini perlu untuk secara fundamental menyelesaikan problem regulasi di sektor hulu migas. Putusan MK No.36/PUU.X/2012 yang membatalkan seluruh ketentuan mengenai fungsi, tugas, dan kedudukan BP Migas menimbulkan lubang besar pada UU Migas dan oleh karenanya mendesak untuk direvisi.

Halaman:
Komaidi Notonegoro
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...