Landfill adalah Tempat Pembuangan Akhir, Pahami Jenis dan Dampaknya
Jika berkunjung ke Kecamatan Bantar Gebang di Kota Bekasi, Anda dapat melihat gunungan sampah yang cukup tinggi. Area ini merupakan landfill atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan, sejak tahun 2011, TPA Bantar Gebang ditingkatkan kinerjanya menjadi TPST Bantar Gebang (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu).
Menurut Portal Statistik Sektoral Provinsi DKI Jakarta, jumlah sampah yang masuk TPST Bantar Gebang pada tahun 2019 mencapai 6,7 ribu ton setiap harinya. Bahkan, dalam sebuah artikel oleh The New York Times, TPST Bantar Gebang termasuk “one of the world’s largest landfills” atau salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di dunia.
Dalam siaran pers SP.BIRKOM/XII/2021/685 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) disebutkan, luas area TPST Bantar Gebang sebesar 104,7 Ha yang terdiri dari landfill (6 zona) sebesar 81,40 Ha serta sarana dan prasarana seluas 23,30 Ha.
Pengertian Landfill
Tempat pembuangan akhir (TPA) atau landfill adalah tempat untuk membuang sampah dan bahan limbah lainnya. Tempat ini dirancang untuk meminimalkan dampak sampah terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Mengutip National Geographic, TPA ditimbun dengan lapisan dari tanah liat dan plastik tipis, lalu ditimbun lagi dengan beberapa meter tanah agar tanaman bisa tumbuh di atasnya. Meskipun tempat pembuangan sampah dirancang hanya untuk menampung sampah, beberapa di antaranya akan mengalami dekomposisi seiring waktu.
Proses dekomposisi di TPA akan menghasilkan metana, yaitu gas yang berbahaya dan mudah terbakar. Sejumlah penelitian menemukan bahwa metana menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan.
Jenis Landfill
Berdasarkan sistem operasionalnya, terdapat tiga metode pembuangan akhir sampah, yaitu sanitary landfill, controlled landfill, dan open dumping.
1. Sanitary Landfill
Sebagaimana dijelaskan dalam buku Pengantar Kesehatan Lingkungan, sanitary landfill adalah sistem pemusnahan sampah yang dilakukan dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang ditimbun selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka sehingga tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat.
Syarat sanitary landfill yang baik meliputi:
- Tersedia tempat yang luas.
- Tersedia tanah untuk menimbunnya.
- Tersedia alat-alat besar.
Lokasi sanitary landfill yang lama dan sudah tidak terpakai dapat digunakan sebagai tempat pemukiman, perkantoran, dan sebagainya.
2. Controlled Landfill
Merujuk buku Menuju Rumah Minim Sampah, definisi controlled landfill adalah sistem pembuangan dengan meratakan dan memadatkan sampah yang datang setiap hari menggunakan alat berat. Sampah dipadatkan menjadi sebuah sel, lalu dilapisi dengan tanah setiap lima hari atau seminggu sekali. Tujuannya untuk mengurangi bau, perkembangbiakan lalat, dan keluarnya gas metana.
Selain itu, dibuat juga saluran pengumpul air lindi (leachate), instansi pengolahannya, pos pengendalian operasional, fasilitas pengendalian gas metana, serta saluran drainase untuk mengendalikan air hujan.
3. Open Dumping
Open dumping adalah sistem pembuangan sampah di suatu cekungan terbuka tanpa menggunakan tanah sebagai penutup. Cara ini sudah tidak direkomendasikan lagi oleh pemerintah karena tidak memenuhi syarat teknis suatu TPA sampah.
Open dumping berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan. Sistem ini mengakibatkan pencemaran air dan tanah karena cairan lindi serta pencemaran udara gas metana. Binatang seperti tikus, kecoa, lalat dan nyamuk juga dapat berkembang biak di TPA open dumping.
Dampak Negatif Landfill
Mengutip publikasi University of Colorado Boulder, saat massa organik di tempat pembuangan sampah terurai, gas metana akan dilepaskan. Metana 84 kali lebih efektif dalam menyerap panas matahari daripada karbon dioksida, sehingga menjadi salah satu gas rumah kaca terkuat yang mengakibatkan perubahan iklim.
Selain metana, landfill juga menghasilkan karbon dioksida dan uap air, serta sejumlah kecil oksigen, nitrogen, hidrogen, dan senyawa organik non metana. Gas-gas ini juga dapat berkontribusi terhadap perubahan iklim dan menciptakan kabut asap jika dibiarkan dan tidak terkendali.
Gas Metana di Landfill Menyebabkan Perubahan Iklim
Berdasarkan publikasi Stanford University dalam Earth.stanford.edu, metana adalah gas rumah kaca yang kuat. Gas rumah kaca adalah gas-gas di atmosfer yang dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia, termasuk TPA. Gas ini mampu menyerap radiasi matahari di atmosfer sehingga menyebabkan suhu di permukaan bumi menjadi lebih hangat.
Emisi metana dari pertanian naik menjadi 227 juta ton pada tahun 2017 atau hampir 11 persen dari rata-rata tahun 2000-2006. Produksi dan penggunaan metana dari bahan bakar fosil mencapai 108 juta ton pada tahun 2017, naik hampir 15 persen dari periode sebelumnya. Emisi gas metana meningkat paling tajam di Afrika dan Timur Tengah, Cina, Asia Selatan dan Oseania.
United Nations Environment Programme (UNEP) melaporkan, emisi metana yang disebabkan oleh manusia dapat dikurangi sebanyak 45% dalam satu dekade. Ini akan mencegah pemanasan global hampir 0,3°C pada tahun 2045, membantu membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5˚C, dan berpotensi mencapai target Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim.
Ancaman Masalah Kesehatan Penduduk di Sekitar Landfill
Berdasarkan sebuah studi dalam International Journal of Environmental Research and Public Health yang dipublikasikan pada Juni 2019, landfill dapat membahayakan kesehatan penduduk yang tinggal di sekitarnya.
Responden studi merupakan dua kategori, yaitu penduduk yang tinggal berjarak 100-500 m dan satu hingga dua kilometer dari Thohoyandou landfill di Afrika Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 78% responded yang tinggal lebih dekat dengan lokasi landfill mengalami kontaminasi serius terhadap kualitas udara yang terbukti dari bau tak sedap.
Penduduk sekitar landfill juga melaporkan sering terjangkit penyakit seperti flu, iritasi mata dan kelemahan tubuh. Sekitar 56% responded yang dekat dengan tempat pembuangan akhir (TPA) menunjukkan rasa takut terhadap kesehatan mereka di masa depan.
Penduduk sekitar TPA yang menghirup gas metana secara terus menerus dapat menyebabkan hilangnya koordinasi, mual, muntah dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian.
Selain itu, landfill menghasilkan berbagai jenis zat beracun, termasuk dioksin. Zat ini dapat terbentuk dari adanya zat yang mengandung klorin di TPA dan dari kebakaran TPA yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Dioksin telah dikaitkan dengan peningkatan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung iskemik ketika terhirup oleh manusia.
Oleh sebab itu, diperlukan sistem pengelolaan sampah yang terpadu dan berkesinambungan dengan memerhatikan lingkungan agar tercipta kondisi yang kondusif.