• Indonesia mencatat surplus neraca dagang pada Maret 2021 sebesar US$ 1,56 miliar.
  • Ekspor-impor membaik tapi risiko membanjirnya produk Tiongkok patut diwaspadai.
  • Pertumbuhan ekonomi 2021 diramal dapat mencapai angka 4,5% sampai 5%.

Neraca perdagangan Maret 2021 kembali surplus. Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat angkanya di US$ 1,56 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 2 miliar. 

Namun, surplus itu jauh lebih tinggi dibandingkan Maret 2020 di US$ 715,7 juta. Neraca perdagangan sepanjang tahun ini mencapai US$ 5,5 miliar. 

Advertisement

Kinerja ekspor, menurut Kepala BPS Suhariyanto, melesat pada bulan lalu. Angkanya mencapai 20,31% dibandingkan Februari (month to month) atau 30,47% dibandingkan Maret 2020 (year on year) menjadi US$ 18,35 miliar.

Kenaikan ekspor terjadi pada seluruh sektor. Pertanian tumbuh 25,04% secara tahunan, industri 33,45%, pertambangan 11,93%, dan migas (minyak dan gas bumi) 38,67%. 

Ekspor pertanian didorong komoditas sarang burung, tanaman obat aromatik, dan rempah-rempah (cengkeh, tembakau, dan lada putih). “Untuk industri pengolahan terjadi kenaikan ekspor minyak sawit, besi baja, dan kimia dasar organik,” kata Suhariyanto, Kamis (15/4).  

Berdasarkan barang HS dua digit, ekspor juga naik karena produk lemak dan minyak nabati, bijih kerak dan abu logam, besi baja, mesin dan peralatan elektrik. Sebagian besar ekspor lemak dan minyak hewan nabati ini ditujukan ke Tiongkok, India, dan Malaysia.

Impor juga ikut melesat naik 26,55% secara bulanan atau 25,73% secara tahunan menjadi US$ 16,79 miliar. Berdasarkan penggunaan barangnya, seluruh komponen impor naik. 

Impor barang konsumsi naik 13,4% secara tahunan menjadi US$ 1,41 miliar. "Karena ada vaksin dari Tiongkok, susu dari Selandia Baru, raw sugar dari India, dan mesin AC dari Thailand," kata Suhariyanto. 

Produk impor bahan baku juga melesat 25,82% secara tahunan dan impor barang modal 33,8%. Pertumbuhan dua digit ini, menurut dia, menunjukkan geliat manufaktur dan investasi mulai muncul untuk mendorong pemulihan ekonomi di paruh pertama 2021.

PANDEMI COVID-19 BUAT BIAYA EKSPOR-IMPOR MEMBENGKAK
Ilustrasi aktivitas ekspor-impor. (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.)

Waspada Kenaikan Impor Produk Tiongkok

Kinerja ekspor-impor tersebut berada di atas perkiraan ekonom. Kinerja ekspor yang meningkat, menurut Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede, karena peningkatan harga komoditas dan permintaannya. 

Harga minyak sawit mentah alias CPO sepanjang bulan lalu naik 1,1% secara bulanan. Lalu, harga batu bara juga naik 9,4%. Harga karet alam juga meningkat 3,8%. 

Aktivitas manufaktur di beberapa negara, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang, juga mendorong kenaikan permintaan komoditas. Indikasinya terlihat pada purchasing managers’ index (PMI) global yang naik. 

Untuk impor, bulan lalu pendorongnya adalah sektor nonmigas. Hal ini pun sejalan dengan peningkatan aktivitas manufaktur Indonesia pada Maret 2021. Angkanya merupakan yang tertinggi sejak pandemi Covid-19.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut membaiknya angka ekspor-impor menjadi salah satu indikator positif. Pemulihan ekonomi negara tujuan ekspor utama, yaitu Tiongkok, telah terjadi.

Reuters melaporkan pertumbuhan ekonomi Cina pada kuartal pertama tahun ini melompat 18,3% dibandingkan periode yang sama 2020. Angkanya memang di bawah prediksi analisis di 19%, tapi tetap menjadi lonjakan tertinggi sejak pencatatan ekonomi kuartalan negara itu pada 1992. 

Pemulihan ekonomi Tiongkok didorong dari kegiatan ekspor manufaktur dan konsumsi domestik. Penjualan retail naik 34,2% secara tahunan di Maret 2021. Kenaikannya merupakan yang tertinggi sejak awal 2021. 

Negeri Panda sedang membutuhkan banyak bahan baku dan barang setengah jadi, salah satunya dari Tanah Air. “Ini yang membuat kita mengalami fenomena super siklus komoditas,” ujar Bhima. 

BPS melaporkan nilai ekspor nonmigas Indonesia sebesar US$ 46,3 miliar pada kuartal I-2021. Dari jumlah tersebut, Tiongkok punya pangsa ekspor paling besar, yakni US$ 9,7 miliar atau setara dengan 21% dari keseluruhan, seperti terlihat pada Databoks di bawah ini.

Halaman:
Reporter: Agatha Olivia Victoria, Cahya Puteri Abdi Rabbi , Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement