• Hidrogen disebut-sebut sebagai energi masa depan dan dapat menggantikan bahan bakar fosil. 
  • Biaya menjadi kendala utama pengembangan energi baru terbarukan tersebut. 
  • CEO Tesla Elon Musk termasuk yang menolak pengembangan hidrogen sebagai sumber energi.

Pemerintah akan  mengembangkan hidrogen sebagai salah satu sumberenergi baru terbarukann atau EBT. Langkah ini untuk menggenjot transisi dari bahan bakar fosil ke energi bersih.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyebut hidrogen merupakan kunci utama pengembangan energi masa depan. 

Advertisement

"Untuk saat ini pengembangan hidrogen di Indonesia masih dalam tahap penelitian belum memiliki akses pada skala komersial," ujar Rida dalam diskusi General Electric secara virtual, Kamis (29/4).

Pertamina juga akan masuk ke bisnis hidrogen. Senior Vice President Strategy & Investment Pertamina Daniel Purba mengatakan pihaknya sedang mengembangkan energi itu untuk pembangkit listrik.

Untuk tahap awal kapasitasnya 0,3 megawatt (MW) dan dikerjakan Pertamina Power International. “Kami harapkan Dapat berkembang menjadi 20 megawatt pada 2025,” katanya. 

Di pihak swasta, ada Lion Energy yang akan melakukan langkah serupa. Perusahaan migas asal Australia ini menyiapkan dana US$ 2,8 juta (sekitar Rp 39,2 miliar) untuk bisnis hidrogen di Pulau Seram, Maluku. 

Kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS tersebut telah menunjuk Peak Asset Management untuk memimpin pengembangan bahan bakar hijau ini. 

“Peak membawa banyak pengalaman dalam mendukung perusahaan dengan hidrogen hijau dan bisnis investasi energi terbarukan di Australia,” kata Executive Chairman Lion Energy Tom Soulsby, dikutip dari smallcaps.com pada pekan lalu.

Bisnis industri hidrogen saat ini memang tengah tumbuh di seluruh dunia. Tidak seperti bahan bakar fosil, hidrogen tidak menghasilkan karbon dioksida. Pemanfaatannya menjadi ramah lingkungan dan rendah emisi karbon.  

Pemerintah Australia sebelumnya mengumumkan tambahan US$ 275,5 juta atau sekitar Rp 3,85 triliun untuk mengembangkan empat pusat hidrogen di kawasan regional Australia selama lima tahun.  

Komitmen tersebut didasarkan pada janji tahun lalu, terutama untuk investasi sebesar US$ 70,2 juta atau sekitar Rp 982,8 miliar dalam mengembangkan satu hub hidrogen.

India pada awal tahun ini juga mengumumkan akan meluncurkan Misi Nasional Energi Hidrogen (NHEM) pada 2021-2022. Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman mengatakan misi ini akan berisi peta jalan pemanfaatan hidrogen sebagai sumber energi.

Fokusnya adalah hidrogen hijau dan bakal dimanfaatkan pada industri transportasi. Sektor ini menyumbang sepertiga Daris emua emisi gas rumah kaca. Selain itu, energi ini juga akan dipakai sebagai feedstock (bahan baku) industri baja dan kimia. 

Pembangkit Tenaga Angin
Ilustrasi energi baru terbarukan. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Biaya Tinggi Kembangkan Hidrogen

Ada berbagai jenis hidrogen yang sedang dikembangkan dunia saat ini. Klasifikasinya berdasarkan warna, dari coklat, abu-abu, biru, kuning, hingga hijau.

Hidrogen hijau merupakan yang paling ramah lingkungan dan rendah emisi. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan energi ini bahan bakunya dari energi terbarukan.

Sedangkan hidrogen coklat dan abu-abu, bahan bakunya dari batu bara dan gas alam. Butuh energi besar untuk menghasilkan energi dari bahan baku fosil ini. Listriknya pun biasanya dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan baku batu bara. 

Fabby mendorong pemerintah unutk mengembangkan hidrogen hijau. Pemanfaatannya dapat menurunkan emisi karbon dan mencegah perubahan iklim.

Yang harus diperhatikan adalah keekonomiannya. Dalam aspek ini ada dua komponen utamanya. Pertama, alat elektrolisis untuk mengubah air menjadi hidrogen dan oksigen. Kedua, harga listrik untuk menggerakkan elektrolisisnya. 

Selama ini harga selalu menjadi tantangan utama hidrogen. Rata-rata harganya sekarang di dunia adalah US$ 8 hingga US$ 10 per kilogram. “Kalau mau kompetitif, harus di bawah US$ 4 per kilogram,” ucap Fabby. 

Penelitian untuk membuat energi terbarukan itu ekonomis sedang berlangsung. Tiongkok sudah berhasil membuat harga elektrolisis turun. Sekarang Negeri Panda sedang berusaha menurunkan harga energi terbaruknanya. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement