• Dukungan pemerintah pada kandidat tertentu kerap disebut dalam perhelatan Munas Kadin.
  • Sempat terjadi pepercahan di tubuh Kadin pada 2013.
  • Posisi Ketua Umum Kadin sangat strategis, hingga partai politik pun terlibat di dalamnya.  

[Artikel ketiga dari tiga tulisan tentang Liputan Khusus Munas Kadin]


Sejatinya, musyawarah nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) akan diselenggarakan pekan ini. Namun hajatan tersebut -untuk kesiakan kalinya- kembali tertunda. Simpang siur informasi menyertainya.

Drama merebut kursi ketua umum Kadin sudah sering terjadi. Panas-dingin antarkubu mulai terasa selama masa kampanye hingga musyawarah nasional alias munas digelar.

Pada pemilihan yang terakhir, yaitu 2015, ramai desas-desus soal invertensi pemerintah pada salah satu calon, yaitu Rosan Perkasa Roeslani. 

Lawannya ketika itu adalah mantan Menteri Perdagangan (2014-2015) Rachmat Gobel, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem). 

Saat membuka Munas Kadin di Bandung pada 2015, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tidak ada calon ketua titipan. Pemerintah mendukung siapa pun yang terpilih. 

Ia menyatakan dukungannya kepada seluruh pengurus Kadin dan pengusaha yang membantu perekonomian RI. “Kami berharap Munas ini melahirkan pemimpin yang baik dan membawa kemajuan Indonesia,” katanya pada November 2015, dilansir dari Tempo.co.

Salah satu pendukung Rosan, yaitu Sandiaga Salahuddin Uno, meyakini pemerintah akan netral dalam melihat kepemimpinan Kadin. Sandi sekarang menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

“Saya yakin munas ini melahirkan kepemimpinan baru, yang dapat membawa organisasi menjadi mitra sejajar dengan pemerintah,” katanya.

Rosan akhirnya terpilih. Ia mendapatkan 102 suara, sedangkan Gobel hanya meraih 27 suara. Total yang masuk 129 suara. 

Jumlah itu seharusnya 132 suara, terdiri dari tiga suara dari masing-masing 34 Kadin daerah dan 30 suara perwakilan asosiasi. Namun, tiga suara tidak masuk karena tidak hadir. 

Rosan menggantikan Suryo Bambang Sulisto yang menjabat Ketum Kadin sejak 2010. Di bawah kepemimpan Rosan, hubungan Kadin dengan pemerintah memang terasa hangat. Salah satu hasilnya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Aturan itu disebut-sebut mengakomodasi kepentingan para pengusaha. Pemerintah berdalih kehadirannya akan membuat regulasi menjadi lebih ramping dan efisien sehingga dapat mendorong dunia usaha. 

Namun, kemunculannya pada akhir tahun lalu memicu kontroversi, terutama soal ketenagakerjaannya. Ada juga isu lingkungan yang dianggap para aktivis terlalu menguntungkan para pengusaha dan mengesampingkan keberlanjutan alam.  

Kadin Kunjungan Pasar
Ketua Umum Kadin Rosan Perkasa Roeslani (sebelah kiri, berbaju putih). (Katadata/Februantoro)
 

Perpecahan di Tubuh Kadin

Kehebohan untuk merebut kursi pimpinan Kadin sempat pula terjadi pada Februari 2013. Organisasi itu terbelah menjadi dua kubu. Ada yang mendukung musyawarah luar biasa atau Munaslub. Ada pula yang menolaknya. 

Melansir dari Bisnis.com, seluruh Wakil Ketua Dewan Penasihat Kadin menolak upaya Munaslub untuk melengeserkan Suryo Bambang Sulisto. Ketua Dewan Penasihan Kadin Fahmi Idris mengatakan organisasi bisnis tersebut tidak menenal Munaslub. Segala masalah dilakukan secara perundingan.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Sofjan Wanandi menyebutkan usulan Munaslub sangat berlebihan. Wakil Ketua lainnya, yaitu Agus Gumiwang Kartasasmita, berpendapat Munaslub hanya berlaku di partai politik. 

Suryo mengatakan usulan Munaslub hanya bentuk kurangnya pemahaman menyeluruh terhadap organisasi yang sedang melakukan reformasi, melalui jalan depolitisasi. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement