Mewaspadai Dampak Negatif Pengetatan Bank Sentral Amerika Serikat

Juky Mariska
Oleh Juky Mariska
25 Agustus 2021, 13:05
Juky Mariska
Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo
Nilai tukar rupiah dan dolar

Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di pertengahan Juni 2021 tidak menghambat laju pemulihan ekonomi Indonesia di kuartal II. Ekonomi negara ini bertumbuh 7,07% secara tahunan (y-o-y), dan merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak 2008.

Namun memasuki kuartal III, seiring dilakukannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM yang masih terus diperpanjang hingga 30 Agustus 2021, dikhawatirkan dapat menekan pertumbuhan ekonomi kuartal III. Hal ini terlihat dari aktivitas manufaktur indeks PMI Manufacturing yang turun ke level 40.1 di Juli lalu sebagai imbas dari PPKM.

Dengan adanya PPKM ini, pertumbuhan ekonomi 2021 pun diprediksi tidak akan setinggi sebelumnya. Pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi kisaran 3,7% hingga 4.5%, turun dibandingkan sebelumnya yang berada di kisaran 4.5% hingga 5.3%. Dengan adanya pertumbuhan yang lebih rendah, maka kebijakan ekonomi diperkirakan akan tetap akomodatif, dan inflasi pun akan tetap terjaga rendah.

Pasar saham bergerak stabil pada Juli selama periode PPKM, dan di awal  Agustus masih bertahan di atas level psikologis 6.000. Di awal bulan, euforia dari penawaran saham perdana (IPO) perusahaan e-commerce Bukalapak, serta pertumbuhan ekonomi yang diatas ekspektasi, mendorong indeks harga saham gabungan (IHSG) ke level 6.200.

IPO tersebut mengawali kinerja sektor teknologi pada IHSG, dan diharapkan akan disusul oleh IPO e-commerce berikutnya seperti GoTo. Dengan demikian, indeks  diharapkan dapat berada di kisaran 6.500 - 6.800 hingga akhir tahun.

Rendahnya inflasi, suku bunga dan stimulus yang masif akan menciptakan kondisi reflasi. Reflasi atau reflation adalah suatu kondisi yang terjadi untuk menstimulasi ekonomi, dengan meningkatkan jumlah uang yang beredar, menekan deflasi, memangkas pajak, dan sejumlah kebijakan akomodatif yang biasanya terjadi pasca resesi atau kontraksi pada ekonomi. Masa reflasi ditandai dengan kenaikan saham dan rendahnya imbal hasil obligasi.

Kondisi saat ini sudah berbeda dibandingkan awal tahun. Di awal tahun, optimisme vaksinasi dan laju kasus harian yang perlahan melandai sempat membuat spekulasi kenaikan laju inflasi yang lebih cepat, sehingga kebijakan mungkin tidak akan ditahan longgar terlalu lama, dan masa reflasi tidak akan bertahan lama.

Di saat itu, imbal hasil obligasi domestik pun meroket dan harga obligasi terkoreksi. Di saat yang sama ekspektasi inflasi di Amerika Serikat pun terlihat lebih tinggi, sehingga turut mendorong kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah US Treasury

Halaman:
Juky Mariska
Juky Mariska
Wealth Management Head
Editor: Sorta Tobing

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...