Beras Indonesia Termahal di ASEAN, Ancam Petani hingga Picu Impor

Nadya Zahira
29 Desember 2022, 09:49
Sejumlah petani binaan Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Kolaka melakukan perontokan padi dengan mesin di Kecamatan Samaturu, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (17/12/2022). Harga gabah ditingkat petani turun dimusim panen padi dari harga Rp4.300
ANTARA FOTO/Jojon/hp..
Sejumlah petani binaan Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Kolaka melakukan perontokan padi dengan mesin di Kecamatan Samaturu, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Sabtu (17/12/2022). Harga gabah ditingkat petani turun dimusim panen padi dari harga Rp4.300 per kilogram gabah menjadi Rp3.700 per kilogram gabah sementara produksi panen padi meningkat mencapai 5 ton per hektare sebelumnya berkisar 3 ton sampai 4 ton per hektarenya.

Bank Dunia menyatakan bahwa harga beras Indonesia paling mahal dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.  Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia mengingatkan bahwa disparitas harga beras yang tinggi bisa merugikan petani hingga memacu impor.

Dalam laporan “Indonesia Economic Prospect” yang dikeluarkan Desember 2022, Bank Dunia menyatakan bahwa harga beras di Indonesia sekitar dua kali lipat lebih tinggi dari Vietnam, Kamboja, dan Myanmar. Bank Dunia mengingatkan agar lonjakan harga tersebut dikelola dengan baik.

Advertisement

Bank Dunia merekomendasikan Indonesia untuk investasi di bidang penelitian dan pengembangan. Selain itu, Indonesia juga perlu meningkatkan penyuluhan dan pengembangan sumber daya manusia pertanian agar mampu meningkatkan produktivitas.

Ancaman Bagi Petani

Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, mengatakan jika perbedaan antara harga di dalam negeri dengan luar negeri terlalu besar berpotensi meningkatkan keinginan untuk mendatangkan beras impor. Pasalnya, beras impor jauh lebih murah dari lokal.

Menurut Arsjad, kondisi tersebut bisa memberikan ancaman pada petani. "Polemik impor beras dan disparitas harga yang tinggi jangan sampai mengubah fokus dalam menjaga ketahanan pangan," kata Arsjad melalui keterangan tertulis, Rabu (28/12).

Dia mengatakan bahwa ancaman krisis pangan belum surut antara lain karena belum berakhirnya perang Rusia dan Ukraina. Oleh sebab itu, Indonesia perlu memperkuat ketahanan pangan.

"Dalam kondisi krisis global, komoditas pangan bisa ikut terimbas dan berdampak serius bagi rantai pasok perdagangan global, termasuk di sektor pangan. Gangguan pada pasokan berpotensi mendorong kenaikan harga, sehingga daya jangkau masyarakat menjadi lemah mengingat tingkat kesejahteraannya tidak mengalami peningkatan akibat krisis," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement