Ekspor CPO Juli 2023 Anjlok 19% Imbas Penurunan Permintaan
Badan Pusat Statistik atau BPS mendata nilai ekspor CPO per Juli 2023 anjlok 19,25% secara tahunan menjadi US$ 2,28 miliar. Secara bulanan, angka tersebut lebih rendah 1,51% dari capaian Juni 2023 senilai US$ 2,31 miliar.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Eddy Martono mengatakan anjloknya nilai ekspor minyak kelapa sawit disebabkan oleh merosotnya harga di pasar ekspor. Menurutnya, harga minyak kelapa sawit mentah atau CPO akan stabil sekitar US$ 1.000 per ton hingga akhir 2023.
Untuk diketahui, nilai ekspor CPO per Juni 2023 juga merosot 15,55% secara tahunan. Eddy mencatat volume ekspor CPO dan seluruh turunannya per Juni 2023 mencapai 3,4 juta ton dengan nilai ekspor US$ 2,88 miliar.
Eddy mengatakan data yang dihimpun BPS terbatas pada CPO. Menurutnya, data tersebut tidak merekam capaian turunan CPO, seperti hasil industri biodiesel, industri oleokimia, dan Palm Fatty Acid Distillate.
Pada Juni 2022, Eddi mendata volume ekspor CPO dan turunannya hanya 2,4 juta ton, tapi nilai ekspornya mencapai US$ 3,77 miliar. Artinya, volume ekspor CPO dan turunannya pada Juni 2023 naik 1 juta ton secara tahunan, tapi nilai ekspornya susut 23,6%.
"Faktor harga CPO di pasar global sangat dominan. Penurunan harga ini karena pasokan minyak nabati lain cukup bagus," kata Eddy kepada Katadata.co.id, Selasa (15/8).
Eddy menyampaikan harga CPO di pasar global per Juli 2023 senilai US$ 979 per ton. Angka tersebut lebih rendah 18,62% dibandingkan realisasi Juli 2022 senilai US$ 1.203 per ton.
Dia memproyeksikan harga CPO di pasar global akan stabil di kisaran US$ 1.000 per ton hingga akhir tahun ini. Pasalnya, pasokan minyak nabati lainnya cukup bagus pada tahun ini.
"Tahun lalu minyak biji bunga matahari tidak bisa keluar karena adanya perang Rusia dan Ukraina. Sekarang tidak ada masalah," ujarnya.
Khusus untuk Juli 2023, Eddy memprediksi volume dan harga ekspor CPO susut secara bersamaan. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh permintaan minyak nabati lainnya meningkat dan dibarengi oleh penurunan harga.
Di samping itu, lokasi produksi minyak nabati lainnya cenderung lebih dekat dengan negara importir. Adapun, beberapa negara importir CPO terbesar dunia adalah India, Cina, dan beberapa negara di Eropa.
"Secara logistik karena mereka lebih dekat terhadap negara importir sehingga pengiriman barang lebih cepat dan lebih mudah," kata Eddy.