Dakwaan Setnov Ungkap Aliran Dana e-KTP & Keterlibatan Anggota DPR

Dimas Jarot Bayu
13 Desember 2017, 20:27
Setya Novanto
ANTARA FOTO/Wahyu Putro
Terdakwa kasus dugaan korupsi KTP elektronik Setya Novanto (kiri) berbicara dengan penasehat hukumnya pada sidang perdana di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (13/12).

Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto didakwa merugikan negara sebesar RP 2,3 triliun dalam kasus korupsi proyek pengadaan pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2013. Novanto diduga secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Novanto diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dengen menerima uang sejumlah US$ 7,3 juta atau sekitar Rp 99,3 miliar (sesuai kurs saat ini). Uang tersebut diterima melalui Made Oka Masagung sejumlah US$ 3,8 juta dan keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sejumlah US$ 3,5 juta.

"Sehingga total uang yang diterima terdakwa baik melalui Ivanto Hendra Pambudi Cahyo maupun Made Oka Masagung seluruhnya berjumlah US$ 7,3 juta," kata Jaksa Penuntut Umum KPK, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12).

(Baca: Hakim Ketua Berang Hadapi Drama Setnov di Sidang Perdana e-KTP)

Selain itu, Novanto juga menerima pemberian barang berupa satu buah jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga US$ 135 ribu pada medio November 2012. Jam tersebut dibeli oleh Andi Narogong bersama Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Novanto telah membantu proses penganggaran e-KTP.

Novanto pun dianggap memperkaya orang lain, antara lain Irman sebesar Rp 2,3 miliar, US$ 877,7 ribu, dan SGD 6 ribu; Sugiharto sebesar US$ 3.473; Andi Agustinus alias Andi Narogong sejumlah US$ 2,5 juta dan Rp 1,1 miliar; Gamawan Fauzi sejumlah Rp 50 juta, 1 unit Ruko di Grand wijaya, dan sebidang tanah di jalan Brawijaya melalui Asmin Aulia.

Lalu, Diah Anggraeni sejumlah US$ 500 ribu dan Rp 22.5 juta; Drajat Wisnu Setyawan sejumlah US$ 40 ribu dan Rp 25 juta; 6 orang anggota panitia pengadaan barang dan jasa masing-masing sejumlah Rp 10 juta. Kemudian, Johannes Marliem sejumlah US$ 14,88 juta dan Rp 25,2 miliar; Miryam S Haryani sejumlah 1,2 juta; Markus Nari sejumlah US$ 400 ribu; Ade Komarudin sejumlah US$ 100 ribu; M Jafar Hapsah sejumlah US$ 100 ribu.

(Baca: Setnov Membisu dan Mengeluh Diare, Sidang Perdana e-KTP Diskors)

Novanto juga diduga memperkaya beberapa anggota DPR RI periode tahun 2009-2014 sejumlah US$ 12,8 juta dan Rp 44 miliar, Husni Fahmi sejumlah US$ 20 ribu dan Rp 10 juta; Tri Sampurno Rp 2 juta; Yimmy Iskandar Tedjadususila alias Bobby beserta tujuh orang Tim Fatmawati masing-masing Rp 60 juta; Direktur Utama PT LEN Industri Wahyudin Bagenda sejumlah Rp 2 miliar; Abraham Mose, Agus Iswanto, dan Darma Mapangara selaku Direksi PT LEN Industri masing-masing sejumlah Rp 1 miliar dan untuk kepentingan gathering dan SBU sebesar Rp 1 miliar; Mahmud Toha sejumlah Rp 3 juta; dan Charles Sutanto Ekapradja sebesar US$ 800 ribu.

"Serta memperkaya korporasi, yakni Manajemen Bersama Konsorsium PNRI (Rp 137,9 miliar), Perum PNRI (Rp 107,7 miliar), PT Sandipala Artha Putra (145,8 miliar), PT Mega Lestari Unggul (Rp 148,8 miliar), PT LEN Industri (Rp 3,4 miliar), PT Sucofindo (Rp 8,2 miliar), dan PT Quadra Solution (Rp 79 miliar)," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Irene Putri.

Berdasarkan surat dakwaan, keterlibatan Novanto dimulai ketika Irman diajak bertemu dirinya oleh Andi untuk memuluskan proses pembahasan anggaran proyek e-KTP di DPR. Pasalnya, Novanto yang saat itu menjadi anggota DPR RI juga Ketua Fraksi Partai Golkar dianggap sebagai kunci keberhasilan pembahasan anggaran e-KTP.

Pertemuan antara Novanto, Andi, dan Irman tersebut dilakukan pada Februari 2010 pukul 06.00 WIB di Hotel Gran Melia juga bersama Sugiharto dan Diah. Dalam pertemuan tersebut Novanto menyampaikan bahwa proyek e-KTP harus dijaga bersama karena program strategis nasional.

"Selain itu terdakwa menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran pekerjaan penerapan KTP elektronik," kata Irene membacakan surat dakwaan.

(Baca juga: Saksi Kasus e-KTP, Istri Setya Novanto Dicegah ke Luar Negeri)

Menindaklanjuti pertemuan itu, Novanto bersama Andi dan Irman kembali melakukan pertemuan beberapa hari kemudian di ruang kerja Novanto di lantai 12 Gedung DPR RI. Mereka membicarakan kepastian kesiapan anggaran untuk e-KTP.

Kemudian Novanto memperkenalkan Andi kepada Wakil Ketua Banggar DPR RI periode 2009-2014 dari Fraksi Demokrat Mirwan Amir. Mirwan kemudian mengarahkan Andi bertemu seorang pengusaha bernama Yusnan Solihin.

Arahan Mirwan ditindaklanjuti Andi dengan beberapa kali melakukan pertemuan dengan Yusnan, Aditya Suroso, dan Ignatius Mulyono di Tebet Indrayana Square (TIS), Jakarta. Dalam pertemuan tersebut Yusnan menginginkan dibentuknya perusahaan gabungan untuk menentukan harga barang dalam proyek e-KTP.

Pada akhir April 2010, Novanto memperkenalkan Andi kepada Chairuman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR RI di ruang Fraksi Golkar Lantai 12 Gedung DPR RI. Andi kemudian menemui Chairuman di ruang kerjanya untuk menyampaikan keinginannya untuk ikut dalam proyek e-KTP.

Halaman:
Editor: Yuliawati
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...