Hakim Ketuk Palu Perdamaian PKPU Kasus Gagal Bayar KSP Indosurya
Kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Indosurya Cipta berakhir dengan homologasi atau pengesahan rencana perdamaian. Hakim Pengawas telah memutuskan sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) KSP Indosurya memiliki kekuatan hukum yang tetap dan meminta pihak yang terlibat mematuhi kesepakatan.
"Debitur berhak membayarkan kewajibannya kepada kreditur sesuai dengan proposal perjanjian yang telah disetujui dan diputuskan hari ini," kata Hakim Pengawas Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Susanti Asri Wibawani saat membacakan putusan, Jumat (17/7).
Keputusan tersebut merupakan kelanjutan setelah diadakan voting Kamis (9/7) pekan lalu dengan hasil sebanyak 73,41% nasabah setuju terhadap skema pengembalian dana yang diajukan KSP Indosurya. Sisanya yakni 26,6% nasabah menolak perjanjian damai. Total dana yang mangkrak di koperasi tersebut mencapai Rp 15 triliun yang berasal dari 6.123 nasabah.
(Baca: Ratusan Nasabah KSP Indosurya Mulai Mengurus Pengembalian Dana)
Anggota tim kuasa hukum KSP Indosurya Rizky Dwinanto menyatakan pihaknya berkomitmen akan membayar tagihan nasabah sesuai dengan proposal perjanjian yang telah disetujui Majelis Hakim. "Sesuai dengan perjanjian perdamaian ada tahapannya. Pada September kemungkinan kami akan penuhi setelah ada keputusan homologasi ini," katanya.
Dalam draft proposal perdamaian yang diperoleh Katadata.co.id, pembayaran akan dicicil setiap bulan dan semua bunga simpanan dihapuskan. Untuk dana kelolaan sampai dengan Rp 100 juta akan diberikan uang muka (DP) sebesar 10%, yang akan dibayarkan September 2020.
Dalam perjanjian tersebut, pengurus KSP Indosurya mengajukan Sun International Capital sebagai penjamin atau stand by guarantor atas pembayaran dana. Jika nantinya KSP Indosurya tak mampu mengembalikan dana atau cedera janji atau wanprestasi, maka utang jatuh tempo akan diambil alih oleh Sun International Capital, dengan instrumen surat utang (convertible loans) dengan aset perseroan sebagai jaminan.
(Baca: Masih Ada Kejanggalan, Perjanjian Perdamaian KSP Indosurya Ditunda)
Nasabah KSP Indosurya yang menolak perjanjian karena tidak mengetahui secara detail besaran aset PT Sun International Capital yang akan menjadi perusahaan penjamin. Nasabah hanya mengetahui bahwa perusahaan ini merupakan milik pendiri koperasi, yakni Henry Surya.
Selain itu, nasabah juga meminta pengurus memberikan laporan keuangan koperasi 2019 karena ingin mengetahui penggunaan uang dana nasabah yang berakhir dengan gagal bayar.
Rizky menyatakan pengurus telah memenuhi tuntutan para kreditur dengan memberikan laporan keuangan KSP Indosurya dalam rapat kreditur dengan majelis hakim.
KSP Indosurya hanya memberikan laporan keuangan 2018 dan belum memberikan laporan keuangan 2019. "Tapi kan laporan keuangan bukan pembahasan dalam proses PKPU," kata dia.
Rizky juga menyatakan belum dapat mengungkapkan jumlah aset yang dimiliki KSP Indosurya. "Nanti saya harus konfirmasi lebih dulu," jelasnya.
(Baca: Nasabah Korban Gagal Bayar kembali Tolak Proposal Damai KSP Indosurya)
Pengesahan perdamaian dianggap janggal oleh nasabah penolak perdamaian. Koordinator nasabah Melia menyatakan keputusan Hakim Pengawas tersebut janggal karena diputuskan sebelum KSP Indosurya membayar imbalan jasa untuk pengurus PKPU. Kewajiban membayar imbalan jasa ini seharusnya diselesaikan sebelum hakim mengetuk palu mengesahkan pedamaian.
Melia mengutip Pasal 285 ayat (2) menyebut pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian apabila imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan.
Kuasa Hukum nasabah Sukisari mengatakan hal yang sama sehingga dia ragu proses pembayaran dana nasabah berjalan lancar. "Imbalan jasa saja belum dibayar, bagaimana dengan pembayaran uang nasabah KSP Indosurya," katanya.
Para nasabah KSP Indosurya menggugat pihak pengurus koperasi ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sejak Mei lalu, setelah koperasi gagal membayar dana nasabah sejak awal tahun.
(Baca: Gagal Bayar KSP Indosurya Dianggap Imbas Kasus Sistemik Sebelumnya)