SKK Migas Bakal Bubar, Satu Opsinya Melebur ke Pertamina
Status kelembangaan SKK Migas akan diatur lebih lanjut dalam Revisi Undang-Undang (UU) Migas yang akan segera dibahas oleh DPR usai masa reses. Wakil Ketua Komisi Energi DPR Maman Abdurrahman mengatakan ada tiga opsi yang ditawarkan untuk status kelembagaan SKK Migas.
Opsi pertama yakni meleburkan SKK Migas dalam PT Pertamina. Opsi ini menuai pro dan kontra dari seluruh fraksi yang ada di Komisi VII. "Ada fraksi yang merasa bahwa Pertamina lebih bagus dan fokus saja sebagai pemain. fungsi kontrol, regulator, dan fungsi pengawasan tetap diberikan kepada SKK Migas," kata Maman dalam Energy Corner CNBC pada Senin (25/7).
Opsi kedua yakni menambah beberapa kewenangan yang saat ini tidak bisa dijalankan oleh SKK Migas. Maman sendiri tidak menjelaskan lebih lanjut terkait kewenangan apa saja yang dimaksud.
Selanjutnya opsi ketiga adalah tetap membiarkan SKK Migas tanpa menambah atau mengurangi kewenangan yang sudah ada. "Kalau seperti itu tidak ada terobosan," kata dia.
Dari seluruh opsi yang dibahas di DPR, Politikus Partai Golkar ini menegaskan kelembagaan SKK Migas tidak akan dibubarkan. Maman mengatakan DPR dan pemerintah akan menyempurnakan struktur dan penambahan sejumlah kewenangan SKK Migas.
"(SKK Migas) tidak dibubarkan tapi penyempurnaan struktur. Ada tiga opsi yang sedang didiskusikan. Narasi ini penting disampaikan agar tidak menimbulkan keriuhan yang membuat pesimis para pelaku migas kita," ujar Maman.
Adapun Revisi UU Migas akan kembali dibahas oleh DPR usai masa reses. Maman menargetkan, Revisi UU Migas akan segera diberikan kepada Pemerintah paling lambat pada bulan November. Pada sidang selanjutnya, Komisi VII akan mendorong Revisi UU Migas agar bisa dibawa ke Badan Legislasi (Baleg) untuk memperolah persetujuan harmonisasi.
"Setelahnya akan didorong ke badan paripurna untuk menjadi RUU usulan DPR. Kami usulkan untuk buat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) agar bisa segera dibahas bersama pemerintah. Target kami untuk kirim ke pemerintah paling telat bulan November," kata Maman.
Di forum yang sama, Kepala SKK Migas Dwi Soejipto berharap adanya pembaharuan kelembagaan SKK Migas bisa lebih manarik investor dengan mempermudah dan mempercepat perizinan. Dwi menjelaskan, keluhan para investor migas saat ini adalah tingginya beban keekonomian yang harus mereka tanggung akibat cadangan migas di tanah air yang lokasi lapangannya terpisah dan kecil.
"Cadangan migas kita itu di lapangan tua, tentu saja butuh perlakukan fiskal yang berdeda. Perlu proses untuk memperoleh perizinan dan memberikan keringanan untuk investor, serta mengatur wewenang pemerintah pusat dan daerah supaya tidak menjadi penghambat atau tumpang tinding aturan," kata Dwi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM berharap DPR segera merampungkan Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas (UU Migas) guna memperbaiki iklim investasi migas di Indonesia. Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji mengatakan Kementerian ESDM telah menyumbangan sejumlah konsep yang akan ditulis di revisi UU Migas. Salah satunya yakni mengubah SKK Migas dari lembaga Ad Hoc ke instansi permanen.
Menurut Tutuka, dengan diubahnya SKK Migas sebagai lembaga yang permanen, lembaga tersebut dapat ditugaskan untuk memberi kepastian hukum kepada investor. "Menurut kami SKK Migas segera dikerjakan menjadi suatu bentuk yang permanen untuk mengubah iklim investasi," ujarnya di Gedung Kementerian ESDM pada Senin (20/6).
Selain itu, dengan disahkannya Revisi UU Migas dapat memberi kepastian hukum dan menawarkan insentif yang menarik bagi investor. "Kita perlu untuk mengubah secara mendasar iklim investasi dulu. Mudah-mudahan tahun ini DPR bersama kami membahas RUU Migas yang 10 tahun belum selesai," harap Tutuka.
Tutuka menilai, Indonesia membutuhkan modal dan kapital yang besar untuk mengerjakan proyek transisi energi. Selain itu, Tutuka mengatakan saat ini banyak negara-negara Eropa yang kembali melirik sumber daya energi fosil.
Kondisi ini dilihat sebagai peluang pasar yang dapat menguntungkan Indonesia. "Indonesia sebagai negara berkembang butuh modal besar untuk beralih ke energi baru dan terbarukan. Modalnya dari mana? Dari energi fosil yang kita miliki," kata dia.