Subsidi Mobil Listrik di Negara Maju, Diskon hingga Ratusan Juta
Pemerintah berencana memberikan subsidi pembelian mobil dan motor listrik untuk tahun depan. Langkah pemerintah ini mengikuti kebijakan beberapa negara yang menyebarkan subsidi untuk mendongkrak penjualan kendaraan listrik.
Subsidi mobil listrik ini untuk memancing minat konsumen agar bermigrasi dari kendaraan berbasis bahan bakar fosil.
Beberapa negara memberikan insentif dalam bentuk potongan harga pembelian, pembebasan dan kredit pajak, serta fasilitas tambahan. Beberapa fasilitas tambahan seperti kendaraan listrik dapat menggunakan lajur khusus bus, keringanan biaya ongkos parkir, diskon harga jalan tol, hingga diskon mengisi daya kendaraan listrik.
Berikut negara-negara yang sudah menerapkan insentif pada pengadaan kendaraan listrik:
Asia
1. Cina
Pada masa kepemimpinan Presiden Hu Jintao, Cina menjalankan progam uji coba penyaluran insentif pembelian kendaraan listrik pada 1 Juni 2010. Pada saat itu, insentif tersebut menyasar pada pembelian kendaraan listrik di kota-kota tertentu seperti Shanghai, Shenzhen, Hangzhou, Hefei, dan Changchun.
Cina memberikan insentif hingga 60.000 yuan atau setara Rp 134 juta dengan nilai kurs hari ini untuk pembelian kendaraan listrik baru. Subsidi disetor langsung ke pembuat mobil, bukan ke konsumen.
Dua tahun kemudian, Cina memberikan pembebasan pajak tahunan untuk kendaraan hibrida listrik. Calon pembeli Kendaraan hibrida akan mendapat potongan harga sebesar 50%.
Hasil dukungan pemerintah dan insentif tersebut berbuah manis pada produksi kendaraan listrik. Pada 2014, produksi kendaraan listrik domestik mencapai 31.137 unit untuk periode Januari-Agustus. Angka ini naik 328% dari periode yang sama pada 2013.
Kebijakan insentif terus berlanjut. Pada Februari 2018, Cina menaikkan subsidi untuk mobil listrik dengan jangkauan minimal 400 km mendapatkan potongan 50.000 yuan atau setara Rp 111 juta.
2. India
Insentif untuk mendorong laju pemanfaatan kendaraan listrik juga dilakukan oleh pemerintah India sejak November 2010 lalu lewat pemberian subsidi untuk kendaraan listrik dengan total penyaluran 950 juta rupee atau Rp 178,6 miliar. Selang dua tahun, India kembali merilis kebijakan anyar untuk memberikan subsidi bagi kendaraan hibrida dan listrik.
Adapun subsidi yang berikan hingga 150.000 rupee atau Rp 28,2 juta untuk mobil listrik dan 30.000 rupee atau Rp 5,6 juta untuk motor listrik.
Subsidi ini tak berlaku untuk kendaraan hibrida hasil impor sebagai pencegah pendatang atau parbikan baru.
Kebijakan ini untuk mengejar target meningkatkan penggunaan kendaraan listrik sebanyak tujuh juta kendaraan pada 2020. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menilai India sebagai negara yang memberikan subsidi paling sedikit untuk pengadaan kendaraan listrik dibandingkan dengan pasar utama lainnya.
3. Korea Selatan
Korea Selatan meberikan subsidi mobil listrik sejak 8 Juli 2016. Nilai subsidi hingga 14 juta won atau US$ 12.100 per unit. Selain itu, pemerintah negeri gingseng mengguyir insentif seperti diskon premi asuransi, tol jalan tol, dan biaya parkir.
Korea Selatan juga menyediakan stasiun pengisian daya listrik besar-besaran. Stasiun ini tersedia rata-rata satu unit dalam radius dua kilometer di ibu kota Seoul pada 2020. Selain itu, 30.000 stasiun pengisian ditempatkan secara strategis di sekitar 4.000 kompleks apartemen di seluruh negeri pada 2020.
Eropa
1. Inggris
Inggris Raya mulai memberikan insentif kendaraan listrik sejak 1 Januari 2011 dengan hibah 25% dari nilai harga dengan batas £5.000 atau sekitar Rp 95 juta.
Kebijakan ini berhasil menyebabkan ledakan besar kendaraan listrik. Sepanjang 2011, penjualan EV kurang dari 1.000. Kemudian pada lima bulan pertama 2022 jumlahnya hampir 100.000.
Pemerintah Inggris mengganti kebijakan memberikan hibah pada kendaraan van listrik, taksi, dan sepeda motor.
2. Prancis
Sejak 2012 Prancis menawarkan insentif keuangan untuk pembelian mobil listrik lewat premi hingga €5.000 atau sekitar Rp 83 juta untuk pembelian mobil baru dengan emisi CO2 60 g/km.
Sementara bagi kendaraan dengan emisi hingga 125 g/km atau kurang, seperti kendaraan hibrida konvensional dan gas alam, diberikan insentif hingga €2.000 atau sekitar Rp 33 juta. Insentif tidak boleh melebihi 20% dari harga jual termasuk PPN, ditambah biaya baterai jika disewa.
Kebijakan yang mulai efektif pada 1 Agustus 2012 ini mengatur sekaligus menaikkan insentif untuk mobil listrik hingga €7.000 atau sekitar Rp 116 juta, tetapi dibatasi hingga 30% dari harga kendaraan termasuk PPN. Harga sudah termasuk biaya sewa baterai.
3. Jerman
Jerman memberikan insentif pembelian kendaraan listrik sejak Mei 2010. Program digagas Kanselir Angle Merkel itu untuk mencapai target 1 juta kendaraan listrik mengaspal pada 2020.
Namun, pemerintah juga mengumumkan bahwa mereka tidak akan memberikan subsidi untuk penjualan mobil listrik plug-in, melainkan hanya akan mendanai penelitian di bidang mobilitas listrik.
Pada 2017-2020, Jerman memberikan subsidi biaya pengecasan diberikan kepada pemilik pribadi berupa potongan pajak.
Pada 2023, Jerman bakal menyalurkan subsidi senilai €4.500 atau sekitar Rp 74 juta untuk mobil listrik dengan harga di bawah €40.000 atau sekitar Rp 665 juta. Adapun mobil dengan harga lebih dari €40.000 akan memperoleh subsidi €3.000 atau sekitar Rp 49 juta.
4. Norwegia
Parlemen Norwegia menetapkan tujuan untuk mencapai 50.000 kendaraan listrik pada 2018. Di antara insentif yang ada, semua mobil listrik di Norwegia dibebaskan dari pajak pembelian dan PPN 25% untuk pembelian.
Kendaraan listrik juga dibebaskan dari pajak jalan tahunan, semua biaya parkir umum, dan pembayaran tol, serta dapat menggunakan jalur bus.
Imbas penyaluran insentif terhadap penyediaan kendaraan listrik berdampak negatif pada keuangan negara. Pembebasan pajak pembelian merugikan pemerintah sekitar 3 miliar krone atau sekitar Rp 4,7 triliun pada 2014.
Amerika Serikat
Amerika Serikat (AS) pertama kali mengumumkan insentif pembelian kendaraan listrik saat masa Presiden Barack Obama pada 2011. Ketika itu, AS memasang target 1 juta kendaraan listrik pada 2015.
Obama menjanjikan US$2,4 miliar sekitar Rp 37 triliun dalam bentuk hibah federal untuk mendukung pengembangan kendaraan listrik dan baterai. Dana tersebut sebagian dialokasikan miliar dalam bentuk hibah kepada produsen yang berbasis di AS untuk memproduksi baterai komponennya.
Selanjutnya dalam bentuk hibah kepada pabrikan yang berbasis di AS untuk memproduksi komponen lain yang diperlukan untuk kendaraan listrik, seperti motor listrik dan komponen lainnya.