Rapor 2016 Pemimpin Asia, Jokowi Mencetak Nilai Biru

Pingit Aria
31 Desember 2016, 10:00
Jokowi Pertemuan Tahunan BI
Kris | Biro Pers Sekretariat Kepresidenan
Presiden Joko Widodo berpidato dalam pertemuan tahunan Bank Indonesia 2016 di Jakarta, 22 November 2016.

Di tengah kondisi perlambatan ekonomi global tahun ini, masyarakat Indonesia selayaknya masih bisa bersyukur. Sejumlah indikator ekonomi hingga penutupan 2016 menunjukkan posisi Indonesia masih lebih baik dibandingkan negara-negara lain, terutama di kawasan Asia.

Pada penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (30/12) kemarin, indeks harga saham gabungan (IHSG) mencapai 5.296,711. Posisi ini lebih tinggi 15,32 persen dari setahun lalu. Pertumbuhan IHSG di atas berbagai indeks bursa saham di beberapa negara utama kawasan Asia.

Advertisement

Indeks Kospi di bursa Korea cuma tumbuh 3,3 persen tahun ini, sedangkan indeks Nikkei di Jepang hanya naik 0,42 persen. Nasib lebih mengenaskan menimpa indeks bursa saham di Singapura yang turun 0,07 persen. Bahkan, indeks bursa saham di Malaysia tergerus 3 persen dan di India susut 2,9 persen.

IHSG cuma kalah dengan indeks saham di Thailand yang sepanjang 2016 tumbuh 19,8 persen. (Baca juga: Akhir 2016, Baru Rp 1 Triliun Dana Repatriasi Masuk Pasar Modal)

Di sisi lain, performa mata uang rupiah juga dapat dibanggakan di tengah risiko kenaikan suku bunga dana bank sentral Amerika Serikat (AS), Fed rate. Rupiah termasuk dalam tiga mata uang negara utama di Asia yang lebih perkasa dibandingkan dolar AS. Di pengujung 2016, rupiah ditutup pada level 13.473 per dolar AS, lebih tinggi 2,41 persen dibandingkan setahun lalu.

Dua mata uang Asia lainnya yang perkasa terhadap dolar adalah yen Jepang yang naik 2,25 persen dan bath Thailand tumbuh 0,68 persen. Sisanya, semua mata uang negara lain di Asia tak berdaya terhadap dolar AS. Rupee India melemah lebih 3 persen, ringgit Malaysia susut 4,26 persen sedangkan won Korea tergerus 2,87 persen. Bahkan, peso Filipina anjlok 5,29 persen.

Tak heran, dalam artikelnya yang dilansir Bloomberg, Kamis (29/12), David Tweed memberikan nilai biru bagi Indonesia di antara beberapa negara utama lainnya di kawasan Asia Pasifik. Kawasan ini dinilai relatif stabil di tengah gejolak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) dan kecemasan terhadap terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS.

Tweed memotret performa tujuh pemimpin berpengaruh di Asia dalam menjalankan roda ekonomi di negaranya masing-masing selama tahun 2016. Mereka adalah Presiden Indonesia Joko Widodo, Presiden Cina Xi Jinping, Perdana Menteri India Narendra Modi, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull, dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Namun, Tweed hanya memotret kinerja ekonomi tujuh pemimpin Asia dan satu pemimpin Australia itu berdasarkan tiga indikator. Selain fluktuasi mata uang terhadap dolar AS, indikator lainnya adalah pertumbuhan ekonomi dan dukungan publik.

Seperti halnya mata uang rupiah, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mendapat nilai biru. Dengan pertumbuhan ekonomi 5,02 persen hingga kuartal III lalu, Indonesia memang masih kalah dibandingkan ekonomi Cina, India dan Filipina yang tumbuh lebih tinggi.

Namun, Jokowi masih mendapat nilai positif karena berbeda dengan negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang hanya 4,79 persen.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement