PENDAHULUAN
Pembangunan merupakan topik hangat yang selalu diperbincangkan. Keberhasilan pembangunan sering diukur dengan tingginya pertumbuhan ekonomi. Ini merupakan konsep pembangunan sebelum tahun 1970, dimana pertumbuhan ekonomi hanya diukur melalui pertumbuhan Produk Nasional Bruto (PNB). Namun, fakta menunjukkan bahwa banyak negara memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi gagal dalam meningkatkan kualitas penduduknya.
United Nation Development Program (UNDP) pada tahun 1990 mulai memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Indeks (HDI) yang dimuat dalam laporan tahunan Human Development Report (HDR). UNDP mendefinisikan pembangunan sebagai proses perluasan pilihan bagi penduduk. Peran manusia sebagai tujuan akhir, bukan sebagai alat pembangunan.
IPM merupakan indeks yang mengukur pembangunan manusia yang disusun dari tiga aspek yaitu, kesehatan dengan dimensi umur panjang dan hidup sehat, pendidikan dengan dimensi pengetahuan serta ekonomi dengan dimensi standar hidup layak. Ketiga dimensi ini mencerminkan tingkat keberhasilan pembangunan di suatu wilayah.
Dari tiga dimensi tersebut kemudian diturunkan menjadi empat indikator dalam penghitungan IPM, yaitu Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), gabungan Angka Partisipasi Kasar (APK), dan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita.
Pada tahun 2010, UNDP melakukan penyempurnaan dalam penghitungan IPM. Indikator Angka Melek Huruf (AMH) dan gabungan Angka Partisipasi Kasar (APK) diganti dengan Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Indikator Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diganti dengan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita serta penghitungan rata-rata indeks diubah dari aritmatik menjadi geometrik. Indonesia baru menggunakan metode ini pada tahun 2014.
Manfaat Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
1. Ukuran keberhasilan dalam membangun kualitas hidup manusia
2. Mengetahui posisi atau level pembangunan suatu wilayah
3. Ukuran kinerja pemerintah sebagai salah satu target pembangunan
4. Sebagai salah satu alokator penetuan Dana Alokasi Umum (DAU) di Indonesia
METODOLOGI
Penggantian metode lama ke metode baru disebabkan adanya beberapa indikator penyusunan yang sudah kurang tepat dalam menggambarkan fenomena dalam pembangunan manusia. Angka Melek Huruf (AMH) dipandang kurang relevan dalam penentuan kualitas pendidikan. AMH di sebagian wilayah sudah cukup tinggi sehingga sulit untuk membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik.
Selain itu, Produk Domestik Bruto (PDB) dihitung dari seluruh faktor produksi dan investasi asing juga turut diperhitungkan (jika ada). Oleh karena itu, tidak seluruh pendapatan faktor produksi dinikmati penduduk lokal. Sehingga kemudian PDB per kapita dinilai kurang tepat dalam menggambarkan pendapatan atau kesejahteraan penduduk.
Rumus rata-rata aritmatik yang digunakan menggambarkan capaian rendah pada suatu dimensi dapat ditutupi oleh dimensi lain yang memiliki capaian tinggi. Sehingga ketimpangan pembangunan pada suatu dimensi sulit dideteksi dan akhirnya tidak dapat terlihat dengan jelas. Untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi tersebut harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya. Kelemahan ini menjadi alasan mengapa metode IPM diperbaharui.
Dampak dari perubahan metode ini adalah adanya perubahan level IPM yang lebih rendah dari metode sebelumnya. Hal ini dikarenakan ketimpangan antar dimensi yang mengakibatkan capaian IPM rendah. Level IPM Indonesia menurun drastis dari level 70-an menggunakan metode lama menjadi 60-an menggunakan metode baru.
Demikian juga terjadi perubahan pada peringkat IPM. Pada tahun 2007, Human Development Report (HDR) menempatkan Indonesia pada peringkat 98 dengan menggunakan metode lama dan peringkat 108 jika menggunakan metode baru. Namun, kedua metode ini tidak dapat dibandingkan karena perbedaan indikator dan metodologi yang digunakan.
Dari mana data untuk menghitung IPM ?
• Angka harapan hidup waktu lahir (Sensus Penduduk 2010, Proyeksi Penduduk)
• Angka harapan lama bersekolah dan Rata-rata lama sekolah (Survei Sosial Ekonomi Nasional/Susenas)
• PNB per kapita tidak tersedia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, diproksi dengan pengeluaran per kapita disesuaikan (PPP) juga menggunakan data Susenas
Variabel yang digunakan dalam penghitungan IPM
Angka Harapan Hidup
- Variabel Anak Lahir Hidup, Anak Masih Hidup
Harapan Lama Sekolah
- Partisipasi sekolah penduduk menurut kelompok umur
Rata-rata Lama Sekolah
- Kombinasi variabel pendidikan:
• Angka Partisipasi Sekolah,
• Jenjang pendidikan yang pernah diduduki,
• Kelas yang sedang dijalani,
• Jenjang pendidikan yang ditamatkan
Daya Beli
- Variabel Pengeluaran konsumsi RT
Penentuan nilai maksimum dan minimum menggunakan Standar UNDP untuk keterbandingan global, kecuali proksi daya beli sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel ini akan digunakan dalam teknis penghitungan indeks.
Keterangan:
* Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data empiris), yaitu di Tolikara - Papua
** Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN), yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025
Teknis Penghitungan
- Kesehatan
Angka Harapan Hidup (AHH) didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. AHH mencerminkan derajat kesehatan suatu wilayah karena dipengaruhi oleh tingkat kematian bayi. Secara matematis Indeks kesehatan dirumuskan :
Ikesehatan = ( AHH - AHH min ) / ( AHHmaks - AHHmin )
Dimana nilai minimum dan maksimum dapat dilihat pada tabel sebelumnya.
- Pengetahuan
Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. HLS digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak. Secara matematis Indeks Harapan Lama Sekolah :
IHLS = ( HLS - HLSmin ) / ( HLSmaks - HLSmin )
Teknis penghitunganHLS :
1. Menghitung jumlah penduduk menurut umur (7 tahun ke atas)
2. Menghitung jumlah penduduk yang masih sekolah menurut umur (7 tahun ke atas)
3. Menghitung rasio penduduk masih sekolah menurut umur
4. Menghitung harapan lama sekolah
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Indeks Rata-rata Lama Sekolah diformulakan :
IRLS= ( RLS - RLSmin ) / ( RLSmaks - RLSmin )
Teknis penghitungan RLS :
1. Seleksi penduduk pada umur 15 tahun ke atas
2. Mengelompokkan jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki
3. Mengelompokkan ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki
4. Mengkonversi tahun lama sekolah menurut ijazah terakhir
5. Menghitung lamanya bersekolah sampai kelas terakhir
6. Menghitung lamanya bersekolah
Cakupan Indikator
- Rata-rata lama sekolah (RLS) : penduduk usia 25 tahun ke atas.
• Asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir.
• Asumsi dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu wilayah tidak turun.
- Rata-rata harapan lama sekolah (HLS) : penduduk 7 tahun ke atas.
• Asumsi Kemungkinan anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan rasio penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini.
• Disesuaikan dengan program wajib belajar 9 tahun yang dimulai pada usia 7 tahun.
• Kelemahan tidak meng-cover anak sekolah yang masuk SD pada usia 5 atau 6 tahun.
Formula Indeks Pengetahuan
Ipengetahuan= ( IHLS + IRLS ) / 2
- Standar hidup layak
Pengeluaran per kapita disesuaikan, dihitung dari nilai pengeluaran per kapita dan paritas daya beli (Purcashing Power Parity – PPP). Nilai ini menggambarkan mengenai kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100.
Proksi Standar Hidup Layak
Daya beli yang disesuaikan = Y / PPP
Y = pengeluran per kapita
PPP = paritas daya beli
PPPi = ( ∑j P(i,j) Q(i,j) ) / ( ∑j P(k,j) Q(i,j) )
P(i,j) = harga per unit komoditi j yang dikonsumsi di provinsi / kabupaten i
P(k,j) = harga per unit komoditi j di Jakarta Selatan
Q(i,j) = volume komoditi j (unit) yang dikonsumsi di provinsi / kabupaten i
Penentuan Komoditas
Pada metode lama, terdapat 27 komoditas yang digunakan dalam menghitung PPP. Pada metode baru, terpilih 96 komoditas dalam penghitungan PPP yang terdiri dari 66 komoditas makanan dan 30 komoditas non makanan.
Formula indeks pengeluaran per kapita
Ipengeluaran = ( ln (pengeluaran) - ln? (pengeluaran_min) ) /
( ln? (pengeluaran_maks) - ln? (pengeluaran_min ) )
- Penghitungan IPM
Dalam penghitungan IPM metode baru menggunakan rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan dan pengeluaran yang diformulakan sebagai berikut
IPM = 3√ ( Ikesehatan × I pengetahuan × I daya beli )
Status Pembangunan Manusia
Capaian pembangunan manusia di suatu wilayah pada waktu tertentu dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok. Pengelompokkan ini bertujuan untuk mengklasifikasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-kelompok yang sama dalam dalam hal pembangunan manusia.
Kecepatan Perkembangan IPM
Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan ukuran pertumbuhan per tahun. Pertumbuhan IPM menunjukkan perbandingan antara perubahan capaian terkini dengan capaian tahun sebelumnya. Indikator pertumbuhan IPM ini dapat digunakan sebagai kinerja pembangunan manusia suatu wilayah pada kurun waktu tertentu.
Pertumbuhan IPM = ( IPMt - IPM(t-1) ) / IPM (t-1) X 100 %
Keterangan :
IPMt : IPM suatu wilayah pada tahun t
IPM(t-1) : IPM suatu wilayah pada tahun (t-1)
CAPAIAN PEMBANGUNAN WILAYAH TIMUR DAN BARAT INDONESIA
Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau yang tersebar dari 60 04’ 30” Lintang Utara hingga 110 00’ 36” Lintang Selatan dan 940 58’ 21” hingga 1410 01’ 10” Bujur Timur. Indonesia terdiri dari 514 kabupaten/kota (416 kabupaten dan 98 kota) yang bergabung dalam 34 provinsi (Statistik Indonesia, 2016).
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, wilayah Indonesia dibagi menjadi 2 kawasan pembangunan:
(1) Kawasan Barat Indonesia, terdiri dari Jawa, Sumatera, dan Bali.
(2) Kawasan Timur Indonesia, terdiri dari Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Papua.
Pembangunan manusia membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan pembangunan ekonomi yang dapat terlihat dari hasil pembangunan secara singkat. Secara umum pembangunan manusia di wilayah barat lebih maju dibandingkan dengan wilayah timur.
Perbandingan pencapaian pembangunan manusia antara wilayah barat dan timur Indonesia sangat menarik untuk dibahas. Hampir seperlima wilayah kabupaten/kota di wilayah timur berada pada status pembangunan manusia yang rendah. Peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pembangunan manusia.
Perbedaan yang cukup signifikan menunjukkan kesenjangan pembangunan manusia di wilayah timur lebih tinggi daripada wilayah barat Indonesia. Oleh karena itu, upaya percepatan dan perluasan pembangunan perlu dilakukan agar terjadi pemerataan dalam waktu yang singkat.
Papua merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia dengan status pembangunan manusia yang masih rendah. Pembangunan di Papua perlu mendapat perhatian khusus karena terjadi kesenjangan yang cukup besar dengan ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta, sebesar 21,64. IPM di DKI Jakarta sebesar 78,39 sedangkan di Papua hanya sebesar 56,75.
Status Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kabupaten/kota di Indonesia tahun 2014
Selain itu, juga masih terjadi kesenjangan yang cukup besar antara kabupaten/kota di Papua. Sebagai ibukota provinsi Papua, Kota Jayapura memiliki IPM 77,86 sedangkan Kabupaten Nduga sebagai kabupaten yang memiliki IPM terendah di Indonesia hanya 25,38. Dengan kata lain, terdapat kesenjangan sebesar 52,48 antara IPM tertinggi dan terendah di provinsi Papua. Jika kita bandingkan dengan kabupaten/kota yang memiliki IPM tertinggi di Indonesia, kota Yogyakarta, yang memiliki IPM sebesar 83,78, maka terlihat jelas kesenjangan yang terjadi akan semakin besar, yaitu 58,40.
Berikut akan dijabarkan hasil capaian pembangunan wilayah timur dan barat Indonesia dengan masing-masing dimensi dan indikator berdasarkan data pada tahun 2014. Kenapa data tahun 2014? Karena awal mulanya penggunaan penghitungan metode baru. Dengan metode baru, setiap dimensi terlihat lebih jelas dan agar dimensi yang masih rendah mendapatkan perhatian lebih. Mari kita analisis dan visualisasi satu persatu dimensi dan indikator IPM di Indonesia.
Kesenjangan Kesehatan
Semakin membaiknya sarana dan prasarana kesehatan maka semakin mengecil pula kesenjangan kesehatan antarprovinsi sebagaimana pada infografis berikut ini
Provinsi Yogyakarta memiliki angka harapan hidup tertinggi di Indonesia sebesar 74,50 tahun dan Sulawesi Barat sebagai provinsi yang memiliki angka harapan hidup terendah sebesar 64,04 tahun. Terdapat perbedaan sebesar 10,46 tahun, dimana dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.
Kesenjangan angka harapan hidup kabupaten/kota di provinsi Yogyakarta sangat kecil. Hal ini terlihat dari kabupaten Kulon progo yang memiliki AHH tertinggi sebesar 74,90 tahun dan yang terendah kabupaten Bantul sebesar 73,24. Hanya 1,66 tahun perbedaan antara kedua kabupaten di provinsi Yogyakarta ini.
Coba kita bandingkan dengan kabupaten/kota di provinsi Papua yang memiliki kesenjangan terlebar. Kabupaten Mimika dengan angka hidup terbesar di Papua mencapai 71,87 tahun sedangkan kabupaten Nduga yang terkecil yaitu 53,60 tahun. Terjadi kesenjangan yang cukup besar mencapai 18,27 tahun. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, kemudahan akses kesehatan, penyuluhan akan gizi dan kesehatan pada balita serta meningkatkan kualitas tenaga kesehatan agar kesenjangan semakin kecil.
Kesenjangan Pendidikan
Dunia pendidikan dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan. Begitu juga dengan harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah yang menunujukkan peningkatan sebagaimana pada infografis berikut ini
Sama seperti angka harapan hidup, dua provinsi yang memiliki harapan lama sekolah tertinggi dan terendah adalah Yogyakarta dan Papua. Harapan lama sekolah provinsi Yogyakarta adalah 14,85 tahun sedangkan di Papua hanya 9,94 tahun. Artinya, penduduk usia 7 tahun di Yogyakarta berpotensi menempuh pendidikan hingga jenjang D-II (14 tahun = SD 6 tahun + SMP 3 tahun + SMA 3 tahun + D-II 2 tahun) sedangkan di Papua berpotensi menempuh pendidikan hanya sampai SMP (9 tahun = 6 tahun SD + 3 tahun SMP). Sungguh perbedaan yang sangat besar.
Mari kita lihat kesenjangan antar kabupaten/kota yang berada dalam satu provinsi. Kesenjangan terkecil terjadi di DKI Jakarta. Perbedaan kota Jakarta Selatan dan kabupaten Kepulauan Seribu hanya 1,2 tahun. Sedangkan kesenjangan paling parah terjadi di Papua, kota Jayapura sebagai ibukota provinsi memiliki harapan lama sekolah paling tinggi sebesar 14,06 tahun. Sebaliknya kabupaten Nduga hanya sebesar 2,16 tahun, yang artinya masyarakat Nduga berpotensi menempuh pendidikan hanya sampai jenjang kelas 2 SD. Ya, hanya sampai kelas 2 SD. Sungguh ironis bukan?
DKI Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia memiliki rata-rata lama sekolah terbesar yaitu 10,54 tahun. Artinya, rata-rata penduduk Jakarta yang berusia 25 tahun ke atas telah menempuh jenjang pendidikan kelas 1 SMA (kelas X). Sementara di Papua rata-rata lama sekolah hanya 5,76 tahun, artinya hanya sampai jenjang kelas 5 SD. Ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah Indonesia.
Kesenjangan rata-rata lama sekolah terkecil terjadi di Sulawesi Barat yaitu 1,23 tahun. Lagi-lagi Papua masih mengalami kesenjangan terbesar yaitu 10,46. Ini juga terjadi di Kota Jayapura yang terbesar sebesar 11,09 tahun dan kabupaten Nduga 0,63 tahun. Ini artinya rata-rata penduduk Nduga yang berusia 25 tahun ke atas sama sekali tidak menempuh jalur pendidikan formal. Untuk itu pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan program belajar 12 tahun,meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan serta meningkatkan kualitas tenaga pengajar.
Kesenjangan Ekonomi
Kesenjangan pembangunan manusia juga masih terjadi pada pengeluaran per kapita. Bahkan dari tahun ke tahun semakin melebar, yang artinya terjadi kesenjangan yang semakin besar antara wilayah timur dan barat Indonesia. Dapat dilihat pada infografis berikut ini :
Provinsi DKI Jakarta dan Papua masih memiliki pengeluaran per kapita tertinggi dan terendah di Indonesia. DKI Jakarta memiliki pengeluaran per kapita sebesar 16,9 juta rupiah per tahun sedangkan Papua hanya 6,4 juta rupiah per tahun. Artinya masih terjadi kesenjangan sebesar 10,5 juta rupiah per tahun.
Provinsi Sulawesi Barat memiliki kesenjangan terkecil pada pengeluaran per kapita. Ini tejadi pada Kabupaten Mamuju Utara yang memiliki pengeluaran per kapita terbesar dan Kabupaten Mamasa yang memiliki pengeluaran per kapita terkecil. Kesenjangan keduanya hanya sebesar 2,97 juta rupiah per tahun.
Kesenjangan pengeluaran per kapita terbesar justru terjadi di DKI Jakarta. Kota Jakarta Selatan memiliki pengeluaran terbesar yaitu 22,2 juta rupiah per tahun sedangkan kabupaten Kepulauan Seribu memiliki pengeluaran terkecil di Jakarta hanya sebesar 11,3 juta rupiah per tahun. Artinya terjadi kesenjangan sebesar 10,9 juta rupiah diantara keduanya.
Pengeluaran per kapita merupakan satu-satunya indikator yang terus mengalami kenaikan kesenjangan dari tahun ke tahun. Pemerintah wajib menyediakan lapangan pekerjaan secara merata di seluruh wilayah agar tidak terjadi ketimpangan yang terlalu besar. Dengan meratanya lapangan pekerjaan, maka akan semakin terbuka peluang seseorang memperoleh pekerjaan. Semakin meningkatnya pendapatan, maka akan semakin besar pula paritas daya beli masyarkat. Sehingga pengeluaran per kapita per tahun semakin tinggi.
Dari pembahasan di atas, terlihat adanya kemajuan pembangunan manusia di wilayah barat dan timur Indonesia selama periode 2010-2014. Meski dari sisi capaian pembangunan manusia kawasan barat lebih unggul, namun penurunan kesenjangan pembangunan manusia cenderung lebih lambat. Kesenjangan IPM tertinggi dan terendah di wilayah barat hanya berkurang 1,18 selama tahun 2010-2014. Sebaliknya, penurunan kesenjangan pembangunan manusia di wilayah timur cenderung lebih cepat, yaitu sebesar 2,59 pada periode yang sama. Penghitungan kecepatan perkembangan IPM terdapat pada file lampiran.
KESIMPULAN
UNDP menjelaskan, pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia. Diantara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk memiliki akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak.
Dengan penghitungan IPM metode baru, untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Selanjutnya untuk mengukur dimensi pengetahuan, digunakan gabungan indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak, digunakan indikator kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity). Standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi di suatu wilayah.
Berdasarkan data IPM, kesenjangan terus tejadi antara wilayah barat dan timur Indonesia. Secara umum pembangunan manusia di wilayah timur lebih maju dibandingkan dengan wilayah barat. Hampir seperlima wilayah kabupaten/kota di wilayah timur berada pada status pembangunan manusia yang rendah.
Papua merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang masih memiliki status IPM rendah. Peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembangunan manusia. Oleh karena itu, upaya percepatan dan perluasan pembangunan perlu dilakukan agar terjadi pemerataan dalam waktu yang singkat.
Namun, peringkat IPM bukanlah satu-satunya tolok ukur tingkat pembangunan manusia. Kemajuan pembangunan manusia dapat dilihat dari kecepatan IPM, yaitu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pembangunan manusia dan Status IPM yang menggambarkan level pencapaian pembangunan manusia dalam suatu periode.
Meski dari sisi capaian pembangunan manusia kawasan barat lebih unggul, namun penurunan kesenjangan pembangunan manusia cenderung lebih lambat. Sebaliknya, penurunan kesenjangan pembangunan manusia di wilayah timur cenderung lebih cepat.
Dari ketiga dimensi IPM, kesenjangan pengeluaran per kapita terlihat semakin lebar dari tahun ke tahun. Hal ini merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk dapat menyediakan lapangan pekerjaan agar tidak terjadi ketimpangan yang terlalu besar, pengangguran semakin berkurang serta pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin meningkat.
LAMPIRAN
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia Menurut Provinsi/Kabupaten/Kota serta komponennya tahun 2014
Angka Harapan Hidup(AHH) Saat Lahir (Tahun) Provinsi di Indonesia Tahun 2010 -2014
Harapan Lama Sekolah (HLS) Provinsi di Indonesia Tahun 2010 - 2014
Harapan Lama Sekolah (RLS) Provinsi di Indonesia Tahun 2010 - 2014
Pengeluaran per Kapita (PPP) Provinsi di Indonesia Tahun 2010 – 2014 (Ribu Rupiah/Orang/Tahun)
keterangan :
Semua Lampiran tersedia pada file terpisah yang bersumber dari
dataset http://databoks.katadata.co.id/gameofdata/user
Editor: Muhammad Abrar