Pengguna Rokok Elektrik Berisiko Lebih Besar Terkena Covid-19
Penghisap rokok elektrik atau vape juga berisiko terkena Covid-19 lebih besar seperti halnya perokok konvensional. Berdasarkan survei yang dilakukan pada 4.351 orang berusia 13-24 tahun, diagnosis Covid-19 lima kali lebih mungkin terjadi pada penghisap vape.
"Tujuh kali lebih mungkin pada dual user atau penghisap rokok konvensional dan elektrik," ujar dr. Feni Fitriani Taufik, SpP(K), M. Pd.Ked dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam webinar kesehatan pada Sabtu (5/6), seperti dikutip dari Antara.
Selain berisiko lebih besar, menurut Feni, penghisap rokok sekaligus vape juga mengalami gejala lima kali lebih banyak.
Menurut Feni, ada beberapa alasan mengapa rokok elektrik dapat meningkatkan risiko terkena Covid-19. Pertama, rokok elektrik dapat merusak paru dan mengganggu sistem imunitas. Ketika paru rusak dan imunitas turun, individu bakal lebih rentan dan lebih mudah terserang virus.
Kedua, aerosol dari rokok elektrik bisa berupa droplet yang mengandung virus. Ketiga, perilaku pengguna rokok elektrik, yakni kontak dari tangan ke mulut berulang-ulang untuk menghisap rokok elektrik. Perokok juga membuka masker agar bisa menghembuskan asap, sehingga risiko tertular juga lebih besar.
Virus corona dapat tersebar lewat percikan. Seseorang bisa tertular jika menyentuh permukaan benda yang terkena percikan, kemudian memegang mata, hidung atau mulut.
Masyarakat harus disiplik menerapkan potokol kesehatan 3M, yakni menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak agar tak terinfeksi Covid-19.
Dalam webinar tersebut, Feni juga mengemukakan mitos dan fakta dari rokok elektrik yang biasanya dikonsumsi oleh anak muda. Dia membantah anggapan bahwa vape dapat membantu seseorang berhenti merokok.
Menurut dia, ada rokok elektrik yang mengandung nikotin. Pada jenis vape tersebut, yang terkandung adalah garam nikotin yang memungkinkan penghirupan dosis nikotin lebih tinggi. Satu mini pod nikotin pada rokok elektrik sama dengan 20 rokok konvensional.
Nikotin pada rokok elektrik juga dapat menyebabkan ketergantungan. Dia mengingatkan, Organisasi Kesehatan Dunia menegaskan rokok elektrik berpotensi menjadi pintu gerbang remaja menggunakan rokok konvensional dan narkoba.
"Dari penelitian, pengguna rokok elektronik selama sebulan, kemungkinan tujuh kali lebih besar merokok konvensional di masa depan. Ujung-ujungnya jadi perokok juga," katanya.
Zat yang terkandung dalam larutan vape, antara lain nikotin, propilen glikol, dietilen glikol, gliserol dan perisa. Perisa menjadi salah satu daya tarik vape. Menurut WHO, ada sekitar 8000 jenis perisa.
"Aslinya bahan-bahan ini dimasukkan untuk makanan. Tetapi begitu dimasukkan sebagai perisa pada rokok elektrik itu juga berbahaya bagi saluran napas," katanya.
Kandungan-kandungan dalam cairan rokok elektronik berdampak buruk terhadap kesehatan, seperti nikotin yang menimbulkan kecanduan, juga zat-zat lain yang bisa mengiritasi saluran napas dan paru, peradangan pada paru, jantung, sistemik, kerusakan sel, dan karsinogen.
"Jangan mulai merokok karena Anda tidak tahu kapan bisa berhenti. Berhenti merokok apa pun jenisnya merupakan pilihan terbaik demi kesehatan jangka panjang," katanya.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan