Kemenhub Beberkan Keuntungan RI dari Kesepakatan FIR dengan Singapura

Andi M. Arief
3 Februari 2022, 18:23
FIR, natuna, FIR Natuna, kesepakatan indonesia singapura
Kementerian Perhubungan
Ilustrasi pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR).

Pendelegasian sebagian ruang kendali udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna dalam kesepakatan Flight Information Region (FIR) yang diteken Indonesia dan Singapura pekan lalu masih menjadi polemik. Namun, Kementerian Perhubungan menegaskan kesepakatan ini mendatangkan keuntungan bagi Indonesia. 

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto menyebut, ada tujuh manfaat dari pengambilalihan FIR Natuna. Salah satu manfaatnya adalah peningkatan potensi pendapatan negara dari Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP). 

"Ini menjadi pendapatan negara bukan pajak. (Wilayah udara di atas) Natuna dulunya tidak bertuan. Dengan penyesuaian ini, otomatis tuannya kita, yang kontrol kita, izinnya ke kita," kata Novie dalam webinar "Kupas Tuntas FIR Singapura", Kamis (3/1). 

Novie menjelaskan, proses negosiasi pengambilalihan FIR Natuna telah berlangsung sejak 2018 dengan 40 pertemuan. Salah satu perdebatan yang alot adalah terkait pendelegasian ruang udara hingga ketinggian 37 ribu kaki. 

Pemerintah dalam kesepakatan tersebut mendelegasikan area udara pada ketinggian 0-37.00 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Berdasarkan data PT AirNav Indonesia, FIR di Natuna yang didelegasikan ke Singapura dalam kesepakatan tersebut hanya mencapai 16% dari total volume.

Meski demikian, total penerbangan yang keluar dan masuk bandara Changi atau dengan ketinggian di bawah 37 ribu kaki pada Desember 2021 mencapai 2.300 pesawat atau 44,95% dari total penerbangan FIR di Natuna sebanyak 5.116 pesawat. Sementara pesawat yang melintas Singapura mencapai 810 pesawat.  

Novie menjelaskan pertimbangan keputusan pendelegasian tersebut adalah lantaran semua pesawat yang masuk ke Singapura berada dalam ketinggian itu. Tanpa pendelegasian dari Indonesia, seluruh personel dalam menara pengendali lalu lintas udara (ATC) di Singapura harus dikendalikan dan ditempati seluruh orang Indonesia. 

Menurut dia, penggantian seluruh personil ATC dengan orang Indonesia akan menyulitkan secara teknis. Hal itu pula yang mengatur kenapa delegasi harus dilakukan hingga 25 tahun. 

Meski demikian, Novie berujar sumber daya manusia (SDM) dan peralatan yang dimiliki petugas ATC di dalam negeri sebenarnya tidak kalah dari Singapura. Pasalnya, titik puncak lalu lintas di dalam negeri lebih tinggi dari di SIngapura. 

Novie mencatat,  Bandara Soekarno-Hatta dapat melayani hingga 80 unit pesawat per jam sebelum pandemi Covid-19. Sementara itu, lalu lintas pesawat di  Bandara Changi maksimum hanya mencapai 60 pesawat per jam.

Ia pun berharap kontrol FIR Natuna dapat sepenuhnya dikelola AirNav pada 2032 atau selambatnya 2042. Hal itu dengan asumsi Singapura tidak lagi membutuhkan pengoperasian ATC di Bandara Changi. 

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...