Kemenkeu: Potensi Penerimaan Pajak Hilang Rp 500 T akibat Covid-19
Pemerintah dua kali memangkas target penerimaan pajak pada tahun ini sebesar Rp 443,8 triliun dari target dalam Undang-undang APBN 2021 melalui Perpres Nomor 54 dan 72. Meski demikian, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memperkirakan tetap terjadi kekurangan penerimaan alias shortfall pajak pada tahun ini dari target terakhir yang ditetapkan pemerintah.
"Penerimaan pajak kami perkirakan Rp 500 triliun tidak akan terkumpul dari target awal APBN. Kegiatan ekonominya turun dan pemerintah juga memberikan seperangkat insentif pajak," ujar Suahasil dalam acara Indonesia Knowledge Forum (IKF) IX 2020, Selasa (6/10).
Dalam perubahan kedua APBN yang termuat dalam Perpres 72, pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.198,8 triliun. Hingga Agustus 2020, total penerimaan pajak baru mencapai Rp 676,9 triliun atau 56,47% dari target terakhir pemerintah. Dengan proyeksi kekurangan penerimaan Rp 500 triliun dari UU APBN 2020, maka penerimaan pajak pada akhir tahun ini akan mencapai Rp 1.142,6 triliun.
Di sisi lain, menurut Suahasil, belanja negara tak dapat diminimalisasi di tengah pandemi. Pengeluaran pemerintah harus terus didorong guna membantu masyarakat memutar perekonomian. Defisit APBN pada tahun ini pun ditargetkan melebar hingga Rp 1.039,2 triliun atau 6,34% terhadap produk domestik bruto.
Suahasil menyebut pelebaran defisit APBN membuat ekonomi RI tidak terkontraksi sedalam negara lain pada kuartal II 2020. "Bandingkan dengan kontraksi negara-negara tetangga kita, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand itu kontraksinya hingga belasan persen," ujarnya.
Pemerintah akan terus mendorong perekonomian melalui belanja hingga kuartal IV 2020. Namun, dia berharap pada tahun depan perekonomian bisa berputar tak hanya mengandalkan konsumsi pemerintah, tetapi juga dunia usaha. Hal tersebut seiring sudah banyaknya insentif yang diberikan pemerintah hingga subsidi bunga kepada pengusaha baik korporasi maupun UMKM.
Pengamat Pajak Institute For Development of Economics and Finance Nailul Huda mengatakan perkiraan shortfall tersebut lebih besar dari prediksi awalnya Rp 403 triliun dari APBN 2020. "Ini menggunakan asumsi ketika bulan Agustus, mungkin ada perkembangan lain," kata Nailul kepada Katadata.co.id, Selasa (6/10).
Kekurangan penerimaan pajak pada tahun ini akan menjadi yang terbesar dalam lima tahun terakhir. Pada 2019, shortfall pajak mencapai Rp 245,5 triliun, lalu Rp 108,1 triliun pada 2018, Rp 130 triliun pada 2017, dan Rp 213,55 triliun pada 2016.
Ia memperkirakan shortfall pajak kian melebar terutama karena penerimaan pajak pada September dan Oktober yang masih akan lemah akibat terhimpit kebijakan PSBB. Akibat shortfall pajak yang membengkak, utang pemerintah pun diproyeksi melebar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menuturkan bahwa penerimaan pajak hingga kini masih tertekan. Pemasukan pajak baru mencapai Rp 676,9 triliun per Agustus 2020, turun 15,6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi tersebut baru 56,47% terhadap Perpres 72 tahun 2020.
Penerimaan pajak yang paling terkontraksi yaitu pajak penghasilan Migas yakni minus 45,2% atau hanya Rp 31,9 triliun. Pajak Nonmigas juga tercatat minus 14,1% atau mencapai Rp 655,3 triliun.