Strategi Pemerintah Merombak Program Bansos untuk Tekan Kemiskinan
Program bantuan sosial menjadi tumpuan pemerintah untuk menahan lonjakan angka kemiskinan di tengah kembali meningkatnya kasus Covid-19. Untuk itu, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas akan mereformasi pelaksanaan program bansos agar efektif dan tepat sasaran.
"Presiden telah mengarahkan bahwa perlu dilakukan reformasi sistem perlinsos. Kami menggunakan APBN untuk mengintervensi dan menahan laju penurunan daya beli masyarakat melalui transfer sosial." kata Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (12/8).
Suharso menerangkan, terdapat dua pilar penting dalam reformasi program perlindungan sosial, yakni pengelolaan data dan intergrasi program. Dia menyoroti belum adanya sistem registrasi untuk data sosial mengakibatkan masih banyak kelompok masyarakat rentan yang belum terjangkau dan teridentifikasi.
"Reformasi pada program perlindungan sosial memiliki elemen penting yaitu memperbaiki elemen data." kata Suharso.
Nantinya, menurut dia, keberadaan sistem registrasi sosial yang lebih baik juga akan bermanfaat bagi pengelolaan perpajakan. Namun, pelaksanaannya tidak hanya bisa mengandalkan peran pemerintah pusat, tetapi juga membutuhkan peran pemerintah daerah (pemda). Peran pemda penting untuk memutakhiran data agar lebih akurat dan kualitasnya terjaga.
Di sisi lain, peran desa dan kelurahan juga dianggap tidak kalah penting untuk memutakhirkan data sosial pada program perlinsos. Pejabat desa lebih dekat dan bisa menanganai langsung kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat.
Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) telah memiliki program pusat kesejahteraan sosial dan sistem layanan rujukan terpadu (Puskesos-SLRT) untuk mendata masyarakat penerima bantuan sosial. Suharso mengatakan, pemerintah desa dan kelurahan seharusnya bisa memanfaatkan program tersebut.
Bappenas juga tengah mempersiapkan program pendataan baru berupa digitalisasi monografi desa dan keluarahan. Program yang tengah diuji coba di 148 titik ini diharap mampu memutakhirkan proses pendataan menyangkut sosial dan ekonomi di tingkat desa melalui platform digital. Sistem ini akan terintegrasi dengan berbagai sistem pendataan lain, salah satunya data nomor induk kependudukan (NIK).
Selain perbaikan pada sistem pendataan, reformasi program perlinsos juga perlu menyederhanakan berbagai program bantuan sosial yang sudah ada. Hal ini untuk memperkuat kapasitas pemerintah pusat, pemerintah daerah serta desa dan keluarahan dalam penyelenggaran layana sosial lintas sektor.
"Presiden telah menyarankan melakukan penyederhanaan program perlinsos yang saat ini masih terfragmentasi sehingga berjalan kurang efektif dan efisien," kata Suharso.
Kementerian Keuangan mencatat pemerintah menyediakan anggaran untuk perlinsos dalam program PEN 2021 sebesar Rp 187,84 triliun. Pos anggaran ini jadi salah satu yang terus dinaikkan di tengah kembali naiknya kasus Covid-19 varian Delta, sebelumnya anggaran perlinsos hanya sebesar Rp 153,86 triliun.
Pemerintah juga menghadirkan sejumlah program perlinsos tambahan semenjak penerapan PPKM Darurat hingga PPKM Level 1-4 yang masih berlangsung sampai sekarang. Tambahan tersebut antara lain, penyaluran bantuan beras bulog 10 Kg per keluarga, kartu sembako PPKM, perpanjangan diskon listrik dan abonemen hingga akhir tahun, subsidi kuota internet hingga bantuan subisid upah (BSU) yang mulai cair minggu ini.
Kementerian Keuangan juga mengklaim penyaluran berbagai program perlinsos sepanjang pandemi tahun lalu berhasil menahan angka kemiskinan yang makin dalam. Pemerintah memperkirakan tingkat kemiskinan tahun lalu bisa mencapai 17,5% jika program perlinsos tidak digelontorkan.
"Bansos dapat menyelamatkan lebih dari 18,8 juta penduduk agar tak jatuh ke dalam kemiskinan," kata Analis Kebijakan Ahli Muda Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Ali Moechtar dalam sebuah diskusi virtual akhir bulan lalu.
Selain itu, Berbagai program perlinsos juga diklaim membantu menahan jurang ketimpangan atau rasio gini yang berpotensi melebar menjadi 0,42% akibat pandemi Covid-19.