Subsidi Energi Tetap Bengkak Jadi Rp 649 T Meski Harga BBM Naik
Kementerian Keuangan memperkirakan, kebutuhan anggaran subsidi tetap akan membengkak dari alokasi Rp 502 triliun menjadi Rp 649 triliun pada tahun ini. Kenaikan harga BBM membuat pemerintah menghemat subsidi Rp 49 triliun dari proyeksi Rp 698 triliun jika pemerintah tak menaikkan harga.
"Dengan kenaikan harga, APBN pada akhir tahun akan membayar Rp 650 triliun," kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam interview dengan CNBC Indonesia TV, Senin (5/9).
Sekalipun harga dinaikkan, APBN tetap jebol. Pagu anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini disiapkan Rp 502,4 triliun. Pemerintah sebelumnya memperkirakan butuh tambahan anggaran mencapai Rp 195,6 triliun jika harga BBM tak naik, sehingga total subsidi dapat membengkak menjadi Rp 698 triliun.
Meski harga Pertalite, Solar, dan Pertamax naik akhir pekan lalu, harga ketiga jenis BBM tersebut masih berada di bawah keekonomiannya. Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyebutkan bahwa harga keekonomian Pertalite mencapai Rp 14.450 per liter, Solar Rp 13.950 per liter, dan Pertamax Rp 17.300 per liter.
"Kami lihat kalau nanti, tambahan berapa lagi yang perlu dikomunikasikan (dengan DPR), kalau tidak bisa dialokasikan tahun ini, akan dibayarkan 2023," tambah Suahasil.
Suhasil mengatakan, subsidi yang membengkak menjadi Rp 649 triliun masih berupa estimasi. Angka tersebut menghitung rata-rata harga ICP tahun ini yang hingga Juli mencapai US$ 104,9 per barel.
Adapun Suahasil menyebut sebagian hasil dari penghematan potensi tambahan anggaran subsidi dan kompensasi sebesar Rp 49 triliun dialihkan untuk tambahan bansos yang nilainya Rp 24,17 triliun. Anggaran ini untuk tiga jenis bansos, yakni bantuan langsung tunai (BLT) kepada 20,65 juta keluarga, subsidi upah untuk 16 juta pekerja dan bantuan sosial melalui daerah.
Namun, realisasi subsidi energi pada akhir tahun akan sangat ditentukan oleh harga minyak, volume konsumsi serta nilai tukar rupiah. Penurunan harga minyak akan sangat mempengaruhi besaran subsidi yang harus dibayarkan pemerintah.
Dalam hitungan Kemenkeu, dibutuhkan tambahan anggaran Rp 88,6 triliun sehingga total subsidi menjadi Rp 591 triliun jika harga minyak bergerak turun dan rata-rata ICP setahun menjadi US$ 85. Sedangkan jika harga rata-rata ICP sebesar US$ 99 per barel, subsidi akan membengkak menjadi Rp 605 triliun.
Ia juga menyebut jika pembayaran kompensasi energi kemudian dilimpahkan ke tahun depan, akan berdampak pada anggaran subsidi dan kompensasi pada 2023 yang dapat mencapai Rp 336 triliun. Ia berharap agar pembayaran yang digeser ke tahun depan tidak akan terlalu besar. Keputusan dengan DPR tersebut akan dibahas sembari merancang RUU APBN 2023 yang tengah berjalan saat ini.