Klarifikasi Sri Mulyani soal Transaksi Janggal Rp 349 T

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut terdapat transaksi mencurigakan yang terkait dengan Kementerian Keuangan mencapai Rp 345 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklarifikasi bahwa sebagian besar dari transaksi janggal tersebut tak terkait dengan oknum pegawai Kemenkeu dan sudah ditindaklanjuti.
Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya pertama kali menerima surat dari PPATK pada 7 Maret 2023. Surat tersebut terdiri dari surat-surat PPATK kepada Irjen Kemenkeu dari 2009 hingga 2023. Total terdapat 196 surat yang berisikan nomer surat, tanggal, nama-nama orang terkait, dan tindak lanjut, tanpa nilai transaksi.
"Terhadap surat itu, Irjen Kemenkeu sudah melakukan semua langkah. Ini termasuk Gayus, ada yang terkena sanksi penjara atau turun pangkat, Kami menggunakan PP Nomor 94 tahun 2010 mengenai ASN," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Menko Polhukan, Senin (20/3).
Sri Mulyani mengaku belum mendapatkan surat yang berisi angka transaksi mencurigakan hingga 11 Maret 2023 saat menggelar konferensi pers di kantornya dengan Mahfud MD. Ia baru menerima surat dari PPATK dengan tebal 14 halaman yang berisi rekapitulasi data hasil analisis dan pemeriksaan, serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi untuk Kenenkeu pada 2009-2023 pada 13 Maret 2023.
"Lampirannya ada 300 surat dengan nilai transaksi Rp 349 triliun," kata dia.
Sri Mulyani pun menjabarkan, 65 surat dari 300 surat tersebut berisi informasi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan perseorangan. Surat-surat ini dikirimkan PPATK ke Kementerian Keuangan karena menyangkut tugas Kemenkeu dalam mengawasi ekspor dan impor.
"Surat ini nilainya Rp 253 triliun. Artinya, PPATK menenggarai adanya transaksi si perekonomian, entah perdagangan atau pergantian properti . Ini dikirimkan ke Kemenkeu untuk ditindaklanjuti," ujarnya.
Adapun 99 surat lainnya adalah surat yang juga dikirimkan PPATK ke aparat penegak hukum dengan nilai transaksi Rp 74 triliun. Sementara itu, 135 surat yang menyangkut nama pegawai Kemenkeu memiliki nilai transaksi yang jauh lebih kecil.
"Satu surat yang menonjol dari PPATK dikirimkan 19 mei 2020 di tengah Covid-19. Surat ini menyebutkan transaksi mencurigakan Rp 189, 27 triliun. Tentu karena angka besar, maka kami melakukan penyelidikan," kata Sri Mulyani.
Dalam surat tersebut, terdapat 15 entitas yang tersangkut Rp 189,27 triliun selama 2017-2019. Surat tersebut, menurut dia, langsung ditanggapi Kementerian Keuangan. Sri Mulyani saat itu meminta Direktorat Jenderal Bea Cukai melakukan penyelidikan terhadap entitas tersebut. "Ini terkait ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan, serta kegiatan money changer," ujarnya.
Lantaran Bea Cukai tak menemukan kejanggalan, Sri Mulyani menginstruksikan penyelidikan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Ditjen Pajak disaat yang sama juga memperoleh surat dari PPATK terkait update terbaru atas surat sebelumnya. Dalam surat terbaru, PPATK menemukan transaksi mencurigakan Rp 205 triliun yang dilakukan 17 entitas.
Penyelidikan yang dilakukan Ditjen Pajak pun menemukan keanehan. Salah satunya pada transaksi wajib pajak berinisial SB. "Ada perbedaan data yang dipakai Dirjen pajak. SB menggunakan nomer account 5 karyawannya," kata dia.
Ia menekankan, pihaknya dalam hal ini Ditjen Bea Cukai, Ditjen Pajak selalu berkoordinasi dengan PPATK. Temuan-temuan PPATK tak selalu terkait dengan korupsi tetapi juga pencucian uang. Adapun selama ini, pihaknya sudah berhasil mengungkap 17 kasus TPPU di Ditjen Pajak dan 8 kasus di Ditjen Bea Cukai sehingga berhasil mengembalikan penerimaan negara Rp 8,9 triliun.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga menekankan bahwa surat PPATK yang berkaitan dengan internal Kemenkeu juga sudah ditangani. Ia mencontohkan kasus Gayus yang terkait dengan transaksi mencurigakan Rp 1,9 triliun ada Angin Prayitno Aji dengan transaksi Rp 14,8 triliun. Keduanya kini sudah dipenjara.
"Ini untuk mekelaskan ke publik bahwa Kemenkeu tidak berhenti dan kami minta PPATK justru proaktif. Surat Pak Ivan itu sebenarnya adalah surat yang kami minta, kami yang aktif walaupun ada juga sebagian dari PPATK yang aktif menyampaikan ke kami," kata dia.