Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 217/PMK.04/2019 tentang pembebasan bea masuk dan tidak dipungut pajak atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu migas, sebagai insentif untuk meningkatkan investasi di sektor ini.
Insentif fiskal ini pun berlaku untuk dua jenis kontrak migas, yakni cost recovery dan gross split. Namun ada sejumlah aspek lainnya yang bisa diperbaiki untuk meningkatkan iklim investasi di sektor hulu migas.
Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf menyambut aturan tersebut namun dia menilai ada beberapa faktor yang tidak kalah penting guna menarik investasi di sektor ini seperti faktor geologi dan kepastian hukum.
"Faktor geologi dapat diukur dari kemungkinan berhasilnya kontraktor dalam mendapatkan temuan cadangan migas jumbo. Termasuk juga ketersediaan data di suatu wilayah. Kepastian hukum ya tidak ada perubahan-perubahan di tengah jalan, yang tidak sesuai dengan kontrak awal," jelasnya kepada Katadata.co.id, Jumat (24/1).
(Baca: Aplikasi Online Percepat Izin Impor Barang Hulu Migas Jadi 15 Hari)
Kepastian hukum juga menjadi faktor kunci penting bagi investor untuk menggelelontorkan dana investasi di Indonesia. Pasalnya, dengan aturan yang sering berubah-ubah membuat investor menjadi berfikir ulang dalam berinvestasi.
Dikonfirmasi secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong menjelaskan, beleid tersebut merupakan aturan pelaksana dari ketentuan yang telah ada sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.53/2017 dan PP No.27/2017.
"IPA menyampaikan terima kasih atas terbitnya PMK 217/2019 ini sehingga insentif seperti yang disebutkan dalam kedua PP tersebut dapat diterapkan dengan tepat," ujarnya.
Lebih lanjut, dalam pelaksanaan di lapangan IPA berharap adanya simplifikasi proses yang memadai terkait pembebasan bea masuk. Selain itu, diharapkan juga adanya kolaborasi yang erat antara Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan sehingga aturan dapat berjalan dengan baik.
(Baca: SKK Migas Dukung Investor Punya Opsi 2 Skema Kontrak di Lelang Migas)
Meski demikan, dia menilai ada beberapa hal lainnya yang dibutuhkan industri hulu migas agar minat investasinya dapat ditingkatkan. Di antaranya seperti aspek contract sanctity dan penyederhanaan perizinan (permit simplification).
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan Pemerintah saat ini cukup positif. Namun, dia menilai sebenarnya pemerintah hanya mencoba mengembalikan kondisi sebelum berlakunya UU migas 22/2001 saja, dimana prinsip assume and discharge dalam hal perpajakan hulu migas diterapkan.
"Tentang fleksibilitas kontrak, kan juga baru saja, dimana selama 2-3 tahun terakhir kita baru saja menerapkan kebijakan agar semua kontrak ke arah gross split," ujarnya.
(Baca: ESDM Klaim Iklim Investasi Hulu Migas RI Masih Menarik Buat Asing)
Lebih lanjut, menurut dia persoalan mengenai menarik atau tidaknya investasi di Indonesia perlu ditinjau kembali terkait kebijakan tersebut sudah kompetitif dibandingkan dengan negara lain atau malah sebaliknya.
Bukan hanya pada apa yang telah pemerintah kerjakan saat ini. "Dari survei persepsi atau studi beberapa lembaga internasional kan kita disebutkan tidak cukup kompetitif," katanya.
Adapun Pri menjelaskan beberapa faktor yang menahan investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia salah satunya yakni inkonsistensi peraturan serta ketersediaan data yang disajikan dalam penawaran wilayah kerja.
"Prospek WK yang ditawarkan mungkin belum dapat dibaca dengan jelas oleh investor karena data/informasi yang disajikan masih kalah matang dibanding yang lain," ujar Pri.
(Baca: Ini Daftar Investasi Uni Emirat Arab di Sektor Energi dan Migas RI)