Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai survei Fraser Institute mengenai iklim investasi sektor energi di Indonesia tak valid. Sebelumnya, lembaga kajian asal Kanada itu, membuat survei yang mengelompokkan Indonesia sebagai 10 negara dengan iklim investasi terburuk di sektor energy.

Kepala Biro Komunikasi dan Kerja Sama, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi menyampaikan lima hal penting yang membuat survei Fraser tidak valid. Pertama, klaim skema kontrak gross split dirancang buruk dan menghambat iklim investasi tidak valid karena realisasinya sembilan blok migas laku dilelang tahun lalu dengan skema gross split.

Bahkan capaian lelang itu lebih baik dari Thailand yang menempati peringkat lebih baik dari Indonesia yakni 34. Meski dalam Fraser peringkat Thailand lebih baik, tapi tahun lalu hanya ada 2 blok migas yang laku di Thailand.

"Tahun 2017 dan 2018 terdapat sejumlah 36 blok migas dengan skema gross split dan 14 diantaranya merupakan hasil lelang. Sebaliknya tahun 2015 dan 2016 tak ada lelang blok migas yang laku satupun dengan skema cost recovery. Artinya investor merespon bahwa kontrak migas gross split lebih baik,” kata Agung kepada Katadata.co.id, Rabu (9/1).

Kedua, Kementerian ESDM mengklaim bahwa proses penyusunan peraturan terkait kontrak migas gross split sudah melibatkan para investor. Bahkan perubahan peraturan gross split dilakukan untuk mengakomodir investor dengan tetap menjaga keuntungan negara jangka panjang lebih baik.

Perubahan tersebut antara lain terkait pembebasan pajak saat eksplorasi, penambahan split kontraktor tidak lagi dibatasi atau bisa lebih dari 5%. Kemudian, penemuan cadangan pada lapangan komersial dapat tambahan split 3%, lapangan migas frontier onshore atau terpencil di darat mendapat tambahan split 4%, blok migas non-konvesional seperti CBM dan shale gas dapat tambahan split menjadi 16%.

Ketiga, Kementerian ESDM membenarkan bahwa bonus tandatangan dalam kontrak migas gross split dan komitmen kerja pasti lebih besar dibandingkan era cost recovery. Akan tetapi, tujuannya agar penerimaan negara lebih baik, dan jaminan investasi kontraktor agar pencarian cadangan dan produksi migas bisa lebih besar.

Dari total 36 kontrak migas gross split yang ada hingga saat ini, bonus tandatangan untuk Pemerintah sebesar Rp 13,4 triliun. Sedangkan komitmen investasi kontraktor sebesar Rp. 31,5 triliun yang digunakan untuk pencarian cadangan migas baru dan peningkatan produksi.

Keempat, survei Fraser 2018 yang melibatkan 80 negara itu dilakukan pada periode Mei hingga Agustus 2018, sehingga informasinya bisa jadi kurang maksimal. Dalam survei Fraser tahun 2018 juga tercatat bahwa angka survei perception index Indonesia mengalami peningkatan menjadi 47,16 dibandingkan tahun 2017 sebesar 35,02.

Kelima, Agung mengklaim investasi migas tahun 2018 tercatat US$ 12,5 miliar. Menurutnya realisasi ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 11 miliar.  Namun, mengacu data, sebenarnya realisasi investasi migas tahun lalu  tak memenuhi target, baru 73 % dari yang dipatok Kementerian. Seperti diketahui, pemerintah menetapkan target investasi migas pada tahun lalu US$ 16,8 miliar. 

Seperti diketahui, hasil survei Fraser Insitute menyebutkan Indonesia menempati posisi 71 dari 80 negara mengenai iklim investasi sektor energi. Di bawah Indonesia ada Bolivia, New South Wales, Ekuador, Irak, Libya, Victoria, Tasmania, Yaman dan Venezuela.  

Survei tersebut dilakukan pada 22 Mei 2018, hingga 10 Agustus 2018. Total respondennya  256 orang yang merupakan stakeholders (pemangku kepentingan) mulai dari Presiden Direktur sebuah perusahaan, geologis hingga konsultan di sektor perminyakan. Jumlah ini lebih rendah dari yang menanggapi survei tahun 2017 sebanyak 333.

Hasil survei tersebut Indonesia memperoleh skor 47, 16, meningkat dibandingkan Dari survei sebelumnya dengan skor 35,02. Tahun lalu, Indonesia menempati peringkat 92 dari 97.

Survei tersebut menyebutkan beberapa hal yang membuat Indonesia masih masuk dalam kategori negara terburuk iklim investasinya. Salah satunya adalah ketidak pastian regulasi.

Pemerintah Indonesia juga dinilai gagal menciptakan iklim investasi yang menarik karena menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai bonus tanda tangan pada blok migas yang kontraknya akan berakhir. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 tahun 2018 yang merupakan perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018 yang diubah menjadi .

(Baca: Fraser: Indonesia Termasuk 10 Negara Terendah Iklim Investasi Energi)

Faktor lainnya yang membuat Indonesia adalah skema kontrak baru yakni gross split. Skema itu berlaku mulai tahun 2017 melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 tahun 2017 yang diubah Peraturan Menteri ESDM Nomor 52 tahun 2017.  “Sistem gross split dirancang dengan buruk dan mengecewakan bagi investor, " mengutip hasil Survei Fraser, Kamis (10/1).