Laba Terancam Aturan DMO, Perusahaan Kakap Batu Bara Mengadu ke DPR

Donang Wahyu|KATADATA
Tambang batu bara
Penulis: Ihya Ulum Aldin
3/4/2018, 20.18 WIB

Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan 15 perusahaan tambang baru bara hari ini. Mereka membahas dampak aturan harga batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) terhadap potensi kehilangan pendapatan (potential lost) perusahaan.

Direktur PT Kaltim Prima Coal (KPC) Eddie J Soebari mengatakan perusahaannya berpotensi Kehilangan pendapatan sekitar Rp 2,5 triliun. Alasannya, KPC memasok 25 persen batu bara yang diproduksinya ke PT Perusahaan Listrik Negara/PLN (Persero) dengan harga US$ 70 per metrik ton.

"Kalau bicara DMO 25 persen, itu adalah kurang lebih 12,7 juta ton yang harus kita suplai ke PLN," ujarnya saat RDP di Gedung DPR, Jakarta pada Selasa (3/4).

(Baca: Pengusaha Keberatan Harga Batu Bara Domestik Diatur Pemerintah)

Sementara, CEO PT Arutmin Indonesia Ido Hutabara memprediksi akan kehilangan pendapatan Rp 290 miliar akibat aturan DMO. Dia mengatakan target produksi batu bara Arutmin Indonesia tahun ini sebesar 28 juta ton. Sekitar 26 persen diantaranya akan dipasok ke PLN.

"Kami sebagai kontraktor pemerintah, selalu mematuhi apa yang sudah ditetapkan pemerintah," kata Ido.

Direktur Utama PT Baramulti Suksessarana Khoirudin mengatakan, anak perusahaannya PT Antang Gunung Meretus akan memasok 33 persen batu bara mereka untuk PLN. Dia memperkirakan aturan DMO batu bara akan membuat keuntungan Antang Gunung Meretus turun hingga 19,7 persen. 

 (Baca: Kebijakan Harga US$ 70 per Ton Masih Positif Bagi Emiten Batu Bara)

Direktur Utama PT Kideco Jaya Agung Kurnia Ariawan mengatakan perusahaannya berencana memproduksi batu bara sebesar 32 juta ton. Dalam enam tahun terakhir, Kideco sudah memasok batu bara untuk PLN, rata-rata di atas 9 juta ton per tahun.

“Perhitungan kami terhadap penetapan harga US$ 70 per ton untuk kelistrikan, impact ke penjualan Kideco itu sekitar Rp 1,1 triliun,” katanya.

Meski akan menurunkan pendapatan, perusahaan-perusahaan yang hadir dalam RDP ini tetap mendukung kebijakan Pemerintah mengenai harga DMO batu bara ini.

PT Bukit Asam (Persero) Tbk menyatakan tetap berkomitmen menyisihkan 25 persen produksinya untuk kebutuhan PLN. Direktur SDM Bukit Asam Joko Pramono komitmen ini akan tetap dijalankan meski akan terjadi selisih dari sisi penjualan.

"Ini yang kami lakukan mitigasi risiko. Untuk 2018, kami melakukan upaya-upaya efisiensi. Sehingga untuk 25 persen DMO kami memenuhi apa yang sudah ditetapkan pemerintah," katanya. (Baca: Efisiensi Tambang Batu Bara, Laba Bukit Asam Naik 123,5%)