Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya sepakat menurunkan volume elpiji dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017. Alasannya realisasi penyaluran elpiji tiga kilogram (kg) selama semester I masih di bawah target.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan hingga akhir tahun volume elpiji subsidi dipatok sebesar 6,5 juta ton. Padahal target awal di APBN 2017 mencapai 7,096 juta ton. (Baca: Pemerintah Belum Bayar Dana Subsidi Elpiji ke Pertamina Rp 16 Triliun)
Sementara realisasi penyerapan kuota elpiji tiga kg, sejak awal tahun hingga akhir Juni baru 3,096 juta ton. “Karena realisasi Juni sebesar itu, kami kalikan dua saja untuk APBNP 2017," kata Jonan di dalam rapat kerja DPR dan kementerian ESDM di gedung DPR, Senin (10/7).
Pemerintah juga berencana menerapkan kebijakan subsidi tepat sasaran tahun depan untuk penyaluran elpiji. Harapannya dengan kebijakan itu kuota yang sudah diputuskan bersama DPR tersebut tidak melebihi batas kuota.
Selain menetapkan subsidi elpiji, rapat kerja antara Kementerian ESDM dan Komisi VII juga menyetujui volume subsidi Solar sebesar 15,5 juta kiloliter (kl). Angka ini juga turun dengan target awal yakni 16 juta kl. Sedangkan nilai subsidinya masih sama yakni Rp 500 per liter.
Sementara itu untuk asumsi minyak tanah pada APBNP 2017 tahun ini sebesar 0,61 juta kl atau tetap seperti asumsi APBN 2017. Asumsi ini pun mengacu realisasi konsumsi minyak tanah selama enam bulan terakhir yang hanya mencapai 0,259 juta kl.
Adapun untuk subsidi listrik pada APBNP 2017 diputuskan naik menjadi Rp 51,99 triliun dari sebelumnya Rp 44,9 triliun. Ada beberapa alasan menaikkan subsidi listrik. (Baca: Tarif Listrik Tetap Sampai Akhir 2017, Subsidi Bengkak Jadi Rp 52,3 T)
Pertama ada penundaan pencabutan subsidi terhadap 3,7 juta pelanggan, nilainya Rp 3,58 triliun. Kemudian ada tambahan 2,4 juta pelanggan dari 4,1 jutayang seharusnya tetap menikmati subsidi tapi dicabut, nilainya Rp 1,7 triliun. Hal lainnya adalah keperluan menambah subsidi akibat perubahan kurs sebesar Rp 1,7 triliun.