Pemerintah meyakini aturan baru tentang usaha pertambangan mineral dan batubara akan membawa manfaat berupa kenaikan penerimaan negara. Dalam peraturan tersebut, pemegang Kontrak Karya (KK) pertambangan berubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) apabila ingin melakukan ekspor konsentrat atau hasil tambang.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan bahwa dengan ketentuan baru tersebut, penerimaan negara akan naik. Meski, dirinya tidak menjanjikan nominal yang signifikan. "Basis hitungannya rumit dengan perubahan pajak yang bermacam. Ada pajak dividen, Pajak Penambahan Nilai (PPN) 10 persen," katanya, Rabu, 18 Januari 2017.
(Baca juga: Freeport Minta 'Keringanan' Pajak, Sri Mulyani Belum Setuju)
Suahasil mengatakan, pemerintah telah melakukan simulasi perhitungan pada PT. Freeport Indonesia. Ia menyebut, dengan peraturan baru, pajak penghasilan badan yang sebelumnya 35 persen akan menjadi 25 persen. Namun pajak penjualan yang semula 2,5 persen akan menjadi 5 persen. Selain itu, ada juga faktor pajak pertambahan nilai dan pajak dividen. “Kalo dia mengikuti ketentuan yang berlaku, efeknya positif ke penerimaan Negara, naik,” ujarnya.
Suahasil mengatakan, jajarannya serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang merumuskan regulasi pengenaan bea keluar secara bertingkat (layer).
Pada peraturan yang berlaku saat ini, ada tiga tingkatan bea keluar yang yakni 0, 5 dan 7,5 persen, tergantung kemajuan pembangunan smelter.
(Baca juga: Dinilai Cuma Untungkan Freeport, Aturan Ekspor Mineral Akan Digugat)
Untuk kemajuan fisik smelter 0-7,5 persen, bea keluar yang dikenakan 7,5 persen. Bila kemajuan smelter 7,5-30 persen, maka dikenakan bea keluar 5 persen. Sementara jika pembangunan smelter sudah di atas 30 persen, maka ekspornya bebas bea keluar.
Suahasil memprediksi bea keluar baru yang akan ditetapkan nantinya tetap di bawah 10 persen, namun detail teknisnya ada di tangan Kementerian ESDM. “Sekarang kan ada diskusi baru, kita mencari layering seperti apa yang bisa mendorong secepat mungkin proses pemurnian itu berjalan,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo akhirnya meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Aturan yang merupakan revisi keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ini masih memberikan kesempatan bagi perusahaan tambang untuk mengekspor mineral mentah tanpa melakukan pemurnian di dalam negeri.
(Baca juga: Janjikan 2 Komitmen, Freeport Ajukan Perpanjangan Izin Ekspor)
Peraturan anyar ini terbit satu hari sebelum berakhirnya perpanjangan izin eskpor konsentrat pada 12 Januari 2017. Dalam aturan yang diteken Presiden, Rabu (11/1) pekan lalu, jika ingin mengekspor konsentrat atau hasil tambangnya, pemegang Kontrak Karya (KK) wajib mengubah status kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP)/ IUP Khusus.
Saat ini ada 34 KK yang belum berubah menjadi IUPK, termasuk PT Freeport Indonesia. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Freeport Indonesia harus berubah menjadi IUPK kalau masih ingin mengekspor mineral mentah.