Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka opsi pengembangan minyak dan gas bumi di Blok East Natuna dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Padahal sebelumnya pemerintah menghendaki Blok East Natuna terlebih dulu memproduksi minyak sebelum gas bumi.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan ada beberapa alasan untuk menggabungkan produksi minyak dan gas bumi di East Natuna. "Tadinya kami ingin yang minyak dulu,  tapi banyak hal yang harus dibahas, jadi belum bisa dimulai. Ada pertimbangan digabung," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (10/1). 

Meski begitu, untuk bisa memproduksi gas lebih cepat, konsorsium masih harus mengkaji aspek teknik dan pemasarannya. Targetnya proses tersebut bisa rampung akhir tahun ini. Setelah kajian selesai, kontrak Blok East Natuna segera ditandatangani. 

(Baca: Blok East Natuna Bisa Produksi Minyak Tiga Tahun Lagi)

Selain memproduksi minyak dan gas bumi secara bersamaan, rencananya kontrak Blok East Natuna akan menggunakan skema gross split atau tanpa penggantian biaya operasional. Kementerian ESDM ingin semua kontrak migas baru yang ditandatangani tahun ini menggunakan skema tersebut. Saat ini regulasi terkait penerapan skema baru itu masih digodok oleh Kementerian ESDM.

Pernyataan Wiratmaja terkait penggabungan produksi ini berbeda dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Akhir pekan lalu Luhut mengklaim ExxonMobil Indonesia telah menyanggupi pemisahan produksi minyak dan gas di Blok East Natuna. Pernyataan itu disampaikan setelah Luhut bertemu perwakilan Exxon yang merupakan salah satu anggota konsorsium penggarap blok tersebut.

(Baca: Exxon Diklaim Sanggupi Syarat Pemerintah Garap Blok East Natuna)

Pemisahan produksi minyak dan gas merupakan salah satu syarat dari pemerintah sebelum penandatanganan kontrak pengelolalan Blok East Natuna. "Mereka (konsorsium) akan mulai dengan yang ada minyaknya dulu, baru nanti yang ada gas nya," ujar Luhut saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Jumat (6/12).

Sementara itu, Senior Vice President Upstream Strategic Planning and Operation Evaluation Pertamina Meidawati mengatakan para anggota konsorsium belum bisa menandatangani kontrak East Natuna selama kajiannya belum rampung. "Belum bisa tanda tangan dalam waktu dekat, masih perlu pembahasan lebih lanjut antara konsorsium dan ESDM," ujarnya kepada Katadata, beberapa hari lalu.

(Baca: Tanda Tangan Kontrak Blok East Natuna Mundur Akhir 2017)

Selain itu, konsorsium juga masih membahas usulan besaran porsi bagi hasil (split) yang akan diperoleh. Alhasil, penandatanganan PSC Blok East Natuna kemungkinan baru bisa dilakukan paling lambat pada kuartal IV tahun ini.