Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengakui tidak ada kerugian negara dalam penjualan minyak mentah dari Blok Cepu ke Kilang Tri Wahana Universal (TWU). Bahkan, BPK merekomendasikan agar pemerintah memberikan harga minyak yang lebih murah untuk mendukung pengembangan kilang mini.
“Bukan, bukan kerugian negara. Ada potensi penerimaan yang hilang saja,” kata Anggota VII BPK Achsanul Qosasi saat ditemui di Auditorium Gedung BPK, Jakarta, Selasa (31/5). (Baca: BPK Telusuri Potensi Kerugian Negara Penjualan Minyak Blok Cepu)
Potensi penerimaan negara yang hilang tidak mencapai triliunan rupiah, tapi dia tidak mau menyebutkan angka pastinya. Sumber Katadata di industri migas menyatakan, hasil awal audit BPK menemukan potensi kerugian negara sebesar US$ 3,6 juta atau sekitar Rp 47 miliar dari penjualan minyak Blok Cepu kepada TWU sepanjang April–Desember 2015.
Potensi penerimaan yang hilang ini terjadi karena harga yang dijual ke kilang Grup Saratoga milik pengusaha Sandiaga Uno ini, lebih rendah dari harga minyak mentah Indonesia (ICP). Menurut Achsanul, ini bukanlah masalah, karena PT Pertamina (Persero) memang diperbolehkan menentukan harga. (Baca: Reaktivasi Kilang TWU di Blok Cepu Tunggu Fatwa Hukum)
Meski demikian, dia tidak mau menjelaskan dari mana potensi penerimaan yang hilang ini. Dia hanya mengatakan hal ini telah disampaikan kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam laporan hasil pemeriksaan BPK semester II-2015. Dalam laporan ini, BPK juga sudah merekomendasikan kepada SKK Migas untuk melakukan perbaikan.
BPK sepakat bahwa pemerintah harus memberikan dukungan dan memfasilitasi investasi kilang berkapasitas kecil atau mini. Termasuk fasilitas harga yang lebih kompetitif, dengan memberikan diskon. Dia pun mengaku SKK Migas merespons positif atas laporan dan rekomendasi tersebut.
Selama ini, pemilik kilang mini seperti TWU tidak mendapatkan insentif. Masalah teknis dan besaran insentifnya merupakan kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). BPK hanya memberikan rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaannya.
“Saya enggak menemukan di situ, enggak ada kerugian negara dan tindakan pidana. Kami hanya meminta SKK Migas untuk berikan insetif kepada pemilik kilang,” ujarnya. (Baca: Penjualan Minyak Blok Cepu, SKK Migas: Cara Berpikir BPK Keliru)
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menganggap cara berpikir BPK keliru dalam hasil-hasil auditnya. Hasil audit BPK seringkali menjadi penghambat usaha hulu migas memberikan dampak berganda pada perekonomian masyarakat sekitar.
Dia mengatakan dalam hasil auditnya, BPK menemukan harga jual minyak yang diberikan kepada TWU dianggap lebih murah dibandingkan harga jual minyak ke tempat lain. BPK menilai ini bisa termasuk tindakan korupsi. Padahal meski harga jualnya murah, penjualan ke TWU bisa membuat perekonomian masyarakat sekitar bisa terangkat.
“Karena SKK Migas menyetujui harganya lebih rendah, maka akan dituduh melakukan korupsi. Ini otaknya BPK. Saya sudah sampaikan, Anda (BPK) berpikirnya salah,” ujar Amien saat diskusi pleno I hari terakhir acara tahunan para pelaku usaha migas IPA ke-40 di JCC, Jakarta, Jumat (27/5).
Bahkan, Amien menganggap BPK tidak membaca Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi secara menyeluruh. Dalam aturan ini disebutkan yang termasuk kategori korupsi adalah merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian negara. Sedangkan dalam kasus ini tidak merugikan perekonomian negara.