Kementerian ESDM Ungkap 13 Isu Pokok dalam Pembahasan RUU Minerba

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono (ketiga kanan) mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (11/2/2020).
29/4/2020, 19.57 WIB

Ketujuh, jangka waktu perizinan untuk IUP dan IUPK yang terintegrasi. Hal ini sangat menentukan profil investasi dari pertambanagn, baik pemodalan besar maupun kecil, dan kewajibannya.

"Karena itu, tentunya waktu ini menjadi bagian penting bagaimana mengatur untuk investasi di pertambangan yang sangat menarik," kata dia.

Kedelapan, mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan UU Nomor 23 tahun 2014. Kesembilan, penguatan peran pemerintah dalam Binwas kepada Pemda. Sebab, selama ini banyak IUP yang langsung mengajukan ke daerah.

"Bahkan, pada waktu 2011 hingga 2012, ada 12 ribu IUP yang sedang kami selesaikan secara administratif maupun teknis. Sekarang kurang lebih tinggal 3500 IUP,” katanya.

(Baca: Deretan Pasal Bermasalah RUU Minerba dan Alasan DPR Tetap Kebut Bahas )

Kesepuluh, penguatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Caranya, dengan memprioritaskan pengelolaan wilayah bekas KK atau PKP2B kepada BUMN. Kesebelas, kelanjutan operasi PKP2B untuk memberikan kepastian hukum. 

Lalu, izin pertambangan rakyat. "Ini juga penting. Selama ini selalu bertambah. Yang dalam ukuran kecil termajinalkan,” ujar Bambang. Karena itu, perusahaan berupaya memperkuat posisi tawar menawar (bargaining position) pertambangan rakyat.

Terakhir, tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional. (Baca: DPR Putuskan Tunda Rapat Pembahasan RUU Minerba karena Virus Corona)

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan