Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM menargetkan aturan tarif listrik dan biaya eksplorasi panas bumi bisa rampung pada tahun ini. Dengan regulasi tersebut, pemerintah berharap investor tertarik menanamkan modalnya di proyek panas bumi.
Oleh karena itu, Kementerian ESDM mempercepat penyusunan regulasi tersebut meski di tengah pandemi corona. Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari berharap aturan tersebut bisa membuat iklim investasi di sektor panas bumi lebih bergairah.
Pasalnya, pengembangan di sektor panas bumi memiliki tingkat risiko tinggi dan biaya cukup besar. "Ini yang kami harapkan dapat mendorong percepatan investasi panas bumi di Indonesia. Targetnya tahun ini selesai," ujar Ida kepada Katadata.co.id, Rabu (3/6).
Meski begitu, Ida belum bisa membeberkan secara detail aturan yang tengah disusun tersebut. Dia hanya menyebut aturan biaya eksplorasi merupakan arahan langsung dari Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap harga jual listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) lebih terjangkau. Kebijakan ini nantinya akan tertuang dalam aturan khusus yang mengatur mengenai pengembangan sektor panas bumi di Indonesia.
(Baca: Energi Panas Bumi Solusi Mengatasi Impor BBM)
Di samping itu, lelang Wilayah Kerja (WK) panas bumi pada tahun ini belum bisa terlaksana. Pasalnya, kegiatan tersebut menunggu regulasi terbaru terkait panas bumi.
Kementerian ESDM berencana menawarkan lima WKP melalui skema lelang dan penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, pemerintah masih merahasiakan WKP yang akan ditawarkan pemerintah tahun ini.
Dalam lelang sebelumnya, pemerintah menawarkan tiga WKP, yaitu WKP Lainea, WKP Gunung Galunggung, WKP Gunung Wilis. Namun lelang tersebut sepi peminat.
Padahal, panas bumi merupakan salah satu jenis energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan secara langsung atau diubah menjadi listrik. Biarpun begitu, Indonesia belum memanfaatkan energi dari panas bumi.
Padahal negara ini memiliki cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia atau sekitar 40 persen dari cadangan secara global. Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM, Indonesia baru mengembangkan sebesar 2,1 gigawatt. Jumlah tersebut hanya sebesar tujuh persen dari potensi yang ada.
(Baca: Kementerian ESDM Perbaiki Kualitas Data Panas Bumi Demi Investasi EBT)