SKK Migas menyebut keputusan pemberian insentif bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terdampak corona masih dalam pembahasan dengan Kementerian Keuangan.
Salah satu dari sembilan insentif yang diusulkan yaitu berupa penundaan biaya pencadangan abandonment site restoration (ASR) atau biaya pasca tambang yang masih membutuhkan data pendukung seperti data kondisi keuangan KKKS.
Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno, mengatakan bahwa pembahasan secara intensif terus dilakukan bersama Kementerian Keuangan. Adapun pembahasan masih berkutat pada keperluan data pendukung.
"Semua progressing yang perlu data pendukung misalnya nomor satu untuk penundaan funding ASR diperlukan info situasi cash flow KKKS untuk pertimbangan," kata Julius kepada Katadata.co.id, Selasa (16/6).
(Baca: SKK Migas Siap Bahas Permintaan Kenaikan Tarif Perusahaan Pengeboran)
Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan ada beberapa usulan yang diminta oleh perusahaan migas di tengah pandemi ini. Salah satunya yakni penundaan pembayaran ASR.
"Diharapkan akan ada perbaikan cashflow kontraktor," ujar Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII secara virtual, Selasa (28/4).
Selanjutnya, perusahaan migas meminta tax holiday untuk pajak penghasilan dengan estimasi dampak corporate and dividen tax rate sebesar 40-48% untuk kontrak cost recovery dan 25% untuk kontrak gross split. Indonesian Petroleum Association (IPA) juga telah membahas pembebasan branch profit tax selama laba setelah pajak diinvestasikan kembali di Indonesia.
Kemudian, penundaan atau penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) LNG melalui penerbitan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81. Insentif itu ditujukan bagi blok migas yang menghasilkan produk gas berupa LNG dengan target perbaikan cashflow kontraktor.
(Baca: SKK Migas Minta Pengembangan Blok Migas Tetap Efisien Saat Normal Baru)
Kontraktor migas juga meminta agar Barang Milik Negara (BMN) hulu migas tidak dikenakan biaya sewa untuk bagi kontraktor di blok eksploitasi. Dampak dari insentif tersebut yakni pengurangan 1% dari gross revenue.
Berikutnya, penghapusan biaya pemanfaatan kilang LNG Badak sebesar US$ 0,22 per MMBTU. Penghapusan itu ditujukan bagi wilayah kerja yang produksi gasnya masuk wilayah Kalimantan Timur.
Selain itu, kontraktor migas meminta penundaan atau pengurangan hingga 100% dari pajak tidak langsung, khususnya untuk blok eksploitasi dengan estimasi dampak 4-12% dari gross revenue untuk gross split dan 4% untuk cost recovery.
Dwi juga menyebut perusahaan migas mengusulkan insentif agar gas dapat dijual dengan harga diskon untuk volume antara Take or Pay (TOP) dan Daily Contract Quantity (DCQ).
(Baca: Harga Minyak Anjlok, Kontraktor Migas Minta Insentif Fiskal)
Selain itu, kontraktor meminta pertimbangan ekonomi seperti pemberian insentif untuk batas waktu tertentu, seperti depresiasi dipercepat, perubahan split sementara dengan metode sliding scale, dan Domestic Market Obligation (DMO) full price.
Hal itu bakal berdampak pada meningkatnya keekonomian lapangan migas. "Status dalam tahap diskusi untuk wilayah kerja yang mau diajukan," ujar Dwi.
Terakhir, kontraktor migas meminta dukungan dari pemerintah memberi insentif untuk industru penunjang hulu migas seperti industri baja, rig, jasa dan service. Insentif yang diusulkan berupa pembebasan pajak. Insentif tersebut dapat menjaga keekonomian usaha penunjang migas.
(Baca: Industri Penunjang Migas Berharap Dapat Stimulus Pandemi)