Keputusan pemerintah memberikan harga gas khusus bagi tujuh sektor industri sebesar US$ 6 per juta British Thermal Unit (MMBTU) rupanya berpengaruh besar terhadap penerimaan daerah. Terutama bagi penerimaan daerah penghasil melalui Dana Bagi Hasil (DBH) migas.

Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha mengatakan selama ini Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor migas memang dibagihasilkan dengan persentase tertentu ke daerah penghasil. Namun, kebijakan penurunan harga gas di tingkat konsumen telah mengorbankan penerimaan negara.

Pemerintah telah memastikan penyesuaian harga gas US$ 6 per MMBTU tidak akan mengurangi jatah bagi hasil kontraktor hulu migas. Sehingga jika penerimaan negara terus tergerus, maka otomatis penerimaan daerah juga mengalami hal yang sama.

"Kalau lihat kebijakan itu, kalau sampai penerimaan negara hampir 0 itu akan berdampak pada DBH," kata Satya dalam diskusi secara virtual, Kamis (24/6).

Menurut dia pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terkait pemberian harga gas khusus ini. Baik dari sisi penerimaan negara dari sektor hulu migas, pendapatan negara dari pajak dan daya saing industri yang mendapat insentif harga gas khusus.

Selain itu, dibutuhkan suatu kebijakan untuk pengembangan industri di daerah yang memiliki sumber gas bumi. "Pada gilirannya, karena ini menyangkut DBH yang berkurang kami minta industri relokasi ke beberapa daerah yang memungkinkan berdekatan dengan sumber energi," katanya.

Sehingga ketika daerah tersebut industrinya berkembang pesat, maka dapat mengkompensasi bagi hasil yang ada. Apalagi, Dana Bagi Hasil migas bagi daerah telah tergerus akibat kebijakan penyesuaian harga gas ini.

Sementara, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengungkapkan setoran pajak tujuh sektor industri yang mendapat penyesuaian harga gas pun merosot. Tercatat pada 2019 Rp 44,89 triliun, 2020 Rp 40,09 triliun dan kuartal 2021 sebesar Rp 10,23 triliun.  "Pajak tidak meningkat malah turun," kata dia

Menurut dia hal ini terjadi lantaran disebabkan oleh beberapa hal, misalnya seperti pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Kemudian tekanan berat lantaran harga minyak sempat mengalami pelemahan.

Oleh sebab itu, Arief menilai kebijakan penurunan harga gas bumi juga harus memperhatikan kecukupan negara dari sektor hulu migas. Adapun selama tahun 2020 realisasi penurunan pendapatan pemerintah dari hulu migas sebagai pelaksanaan Kepmen penyesuaian harga gas adalah sebesar US$ 460 juta.

SKK Migas pun telah melakukan evaluasi terhadap tambahan industri yang mendapat insentif harga gas US$ 6 per MMBTU, dengan memperhatikan kemapanan industri. "Tentunya untuk melakukan ini pemerintah sudah membentuk tim evaluasi melalui Kepmen 169 K 2020 dari hulu sampai hilir melakukan evaluasi penetapan harga gas bumi," ujarnya.