SKK Migas terus mendorong sektor hulu migas untuk terus meningkatkan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN). Hal ini mengingat, sektor migas memiliki kontribusi untuk industri pendukung, dengan nilai keseluruhan kontrak pada 2020-2021 mencapai US$ 7,13 miliar atau lebih dari Rp 100 triliun.
Kepala Divisi Pengelolaan Rantai Suplai dan Analisis Biaya SKK Migas Erwin Suryadi menilai peningkatan kemampuan produsen dalam negeri untuk memproduksi kebutuhan barang yang sesuai dengan spesifikasi kontraktor migas cukup penting.
Untuk itu, dia meminta para asosiasi pipa baja melakukan pendalaman terkait kebutuhan yang akan dibeli KKKS di masa mendatang. Pasalnya, target produksi 1 juta barel per hari (bph) minyak dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) gas pada 2030 akan berdampak signifikan terhadap industri penunjang dalam negeri.
"Ini jadi perhatian yang sangat penting, jangan sampai industri migas berkembang tapi industri penunjangnya tidak melibatkan industri dalam negeri," kata dia dalam diskusi secara virtual, Selasa (12/10).
Apalagi pada tatanan regulasi sesuai ketentuan PTK 007, SKK Migas mewajibkan KKKS untuk membeli produk dalam negeri yang sudah terdaftar dalam buku APDN (apresiasi produk dalam negeri). SKK Migas pun juga akan melihat kesiapan industri dalam negeri untuk menyuplai kebutuhan para KKKS.
"Ada divisi khusus pengelolaan rantai suplai dan analisis biaya untuk melakukan pembinaan industri dalam negeri. Jadi kita seperti biro jodoh, bisa mendekatkan kebutuhan KKKS dengan produksi dalam negeri," ujarnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan industri hulu migas mempunyai peran penting dalam melahirkan industri-industri jasa dan penunjang nasional dalam lima tahun terakhir. Hal ini terjadi lantaran adanya adanya keterkaitan antara satu dan lainnya.
Misalnya, dengan adanya rencana target produksi minyak sebesar 1 juta barel. Maka peluang industri nasional untuk berperan aktif semakin besar.
Untuk itu, dia mengharapkan supaya SKK Migas dapat terus melakukan pembinaan kepada industri dalam negeri dalam meningkatkan kompetensi dari aspek teknologi. Kemudian, dukungan insentif juga diperlukan agar industri yang baru dibangun dengan nilai depresiasi yang tinggi dapat bersaing.
Selain itu, sinergi antar sektor juga diperlukan terutama guna melihat parameter baru. Pasalnya, kalau mengandalkan barang dengan harga termurah, maka industri dalam negeri akan sulit bersaing. "Jadi ketika itu dikompetisikan sangat sulit. Sehingga perlu parameter lain, makro ekonomi lain yang perlu dilihat," katanya.
Commercial Director Krakatau Pipeline Industry (KHI), Denny Prasetya, mengatakan pihaknya telah menyiapkan upaya untuk dapat partisipasi aktif dalam industri migas nasional. Adapun sejumlah langkah telah diambil agar bisa lebih bersaing dengan produk-produk impor.
"Ketika hulu migas berkembang, tentunya kami dari industri pendukung akan terus menunjang. Kita juga harus komitmen dari segi kualitas delivery dan harga. supaya gak ada persepsi industri nasional mahal," ujarnya.