Bea Cukai Akui Masih Ada Ekspor Bijih Nikel 4,6 Ton Pada 2020-2021

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Ilustrasi ekspor.
15/10/2021, 11.11 WIB

Sebelumnya, Faisal Basri menyatakan telah menemukan adanya kebocoran ekspor bijih nikel ke Cina pada 2020 sebesar Rp 2,8 triliun, berdasarkan data GACC. Nilai tersebut setara dengan 3,4 juta ton bijih nikel.

Data tersebut tidak sesuai dengan apa yang dipaparkan pemerintah melalui BPS yang menunjukkan bahwa sepanjang 2020 sudah tidak ada lagi ekspor bijih nikel. Artinya ada ketidaksesuaian antara data resmi pemerintah Indonesia dan Cina.

"Kemarin masih ada 3,4 juta ton bijih nikel diimpor dari Indonesia dengan nilai jauh lebih tinggi dari 2014, US$ 193,6 juta atau Rp 2,8 triliun. Bisa dihitung potensi kerugian negara karena transaksi ini," ujarnya dalam CORE Media Discussion Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan, Selasa (12/10).

Padahal menurut dia, kalau pemerintah mempunyai niat untuk melacak potensi kebocoran ekspor ke Negeri Panda ini sangatlah mudah. Pemerintah dapat menghitung kapasitas produksi smelter dalam negeri, kemudian kebutuhan normalnya berapa dan besaran potensi pembelian bijih nikel dari para pengusaha smelter.

"Dia beli untuk proses produksi atau jangan-jangan sebagian dia jual ke luar, nah ini kita hitung. Kemudian kita jumlahkan, kalau saya dari awal lima tahun terakhir kerugian negara sudah ratusan triliun," katanya. Simak databoks berikut:

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan