Kementerian ESDM mencatat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor minerba hingga kuartal III 2021 telah mencapai Rp 49,67 triliun. Capaian ini telah melampaui target yang telah ditetapkan pemerintah untuk sepanjang tahun ini.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan capaian PNBP sektor minerba ini didorong kenaikan harga komoditas tambang yang cukup bagus, salah satunya batu bara, serta upaya pemerintah dalam memberikan kebijakan yang membuat badan usaha bergerak lincah.
"Penerimaan negara bukan pajak minerba hingga saat ini sudah tercapai Rp 49,67 triliun jadi 127% dari target. Sementara waktu masih ada tiga bulan lagi," kata dia dalam Konferensi Pers: Capaian Kinerja Triwulan III Tahun 2021 dan Isu Strategis Sub Sektor Minerba, Selasa (26/11).
Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba), Muhammad Wafid mengatakan hingga tahun depan pemerintah masih akan tetap mengandalkan batu bara. Pasalnya, komoditas emas hitam ini berkontribusi terhadap sekitar 80% dari PNBP sektor minerba.
"Mungkin dengan kenaikan harga batu bara yang saat ini atau tahun ini begitu besar dan pendapatan negara tahun ini sudah mencapai lebih dari 127%. ini diharapkan sampai akhir tahun meningkat," katanya.
Adapun jika dilihat tren saat ini, hingga tahun 2022 kontribusi sektor batu bara terhadap PNBP minerba menurut Wafid masih akan tetap mendominasi. Sektor ini diyakini masih akan tetap cemerlang. "Di luar batu bara pun kenaikan komoditas mineral juga tetap menjadi sumber pendapatan negara bukan pajak," kata dia.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo) Anggawira mengatakan kenaikan harga batu bara akan mendongkrak PNBP yang dapat diinvestasikan kembali untuk pembangunan ketahanan energi di dalam negeri.
Sebab, Indonesia memiliki varian terhadap sumber daya energi, sehingga harus dimanfaatkan secara maksimal, terutama gas bumi. "Soal DMO batu bara di dalam negeri tak hanya dengan menaikkan capping, ada bentuk insentif lainnya sehingga kepastian suplai dalam negeri terjaga," katanya kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu (18/10).
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai kenaikan harga batu bara telah dilihat pemerintah ketika Kementerian ESDM beberapa waktu lalu memutuskan untuk menambah kuota produksi batu bara tahun ini sebesar 75 juta ton menjadi 625 juta ton. Kuota produksi batu bara tahun ini awalnya ditetapkan sebesar 550 juta ton.
Hanya saja, sejauh ini dari target produksi batu bara untuk kebutuhan ekspor sebesar 487,5 juta ton. Realisasinya hingga kini baru mencapai 232,90 juta ton. "Jadi masih jauh dari target yang ditetapkan. Jadi ini benar benar harus dioptimalkan. Momentum ini tidak mungkin datang terus menerus," katanya.
Apalagi hubungan Cina dengan Australia yang kurang mesra saat ini imbas perang dagang keduanya, menjadi peluang untuk RI meraih pendapatan sebesar-besarnya. Meski begitu, Mamit berpesan agar kegiatan eksplorasi di sektor batu bara tidak dilupakan.
"Jangan sampai hanya digenjot di akhir kita kekurangan batu bara yang akhirnya menurut saya optimalisasi boleh dilakukan, saya kira dengan pemanfaatan gas alam juga. Kegiatan eksplorasi untuk batu bara juga dilakukan," katanya.