Sementara harga gas acuan Eropa, Dutch TTF Gas Futures, melonjak dari sekitar € 15 per megawatt jam (MWh) ke rekor tertingginya pada Desember 2021 di level € 166,82 per MWh, atau naik 1.012% yang juga melonjakkan tagihan listrik di berbagai negara Eropa.

Rejeki nomplok yang perusahaan-perusahaan migas ini dapatkan dari kenaikan harga energi, kemudian akan digunakan untuk mengenjot bisnis energi baru terbarukan (EBT) dan bisnis rendah karbon lainnya untuk menurunkan tingkat emisi karbon dan gas rumah kaca menjadi net zero.

Namun CEO BP Bernard Looney memperingatkan konsumen bahwa dengan pergeseran fokus dari bisnis energi fosil ke bisnis rendah karbon, harga energi, terutama minyak dan gas, akan lebih volatil. “Kami perkirakan harga akan lebih volatil dalam bulan dan tahun mendatang,” ujarnya dikutip Reuters, Senin (14/2).

Looney membeberkan bahwa dalam upaya menurunkan tingkat emisi karbon, BP akan meningkatkan kapasitas EBT-nya hingga 20 kali lipat pada 2030 dan mengurangi produksi minyaknya hingga 40% atau lebih dari 1 juta barel per hari.

Untuk mengembangkan EBT, BP akan menggelontorkan belanja modal hingga US$ 14-16 miliar per tahun hingga 2025. Pada 2025 BP akan mengalokasikan 40% investasinya untuk mengembangkan EBT termasuk stasiun pengisian baterai mobil listrik, dan menjadi 50% pada 2030.

Dari bisnis energi terbarukannya ini BP diperkirakan dapat menghasilkan pendapatan sebesar US$ 9-10 miliar hingga 2030, meskipun bisnis minyak masih akan menyumbang pendapatan cukup besar, yakni hingga US$ 33 miliar per tahun hingga 2025. “Kami tidak berinvestasi untuk meningkatkan produksi minyak dan gas,” kata Looney.

Sementara itu TotalEnergies telah menetapkan target untuk bebas karbon atau net zero emission pada 2050. Namun Climate Action 100+ menilai target bebas karbon perusahaan Prancis ini hanya sebagian yang selaras dengan Perjanjian Paris untuk mencegah kenaikan temperatur global lebih dari 1,5 derajat Celsius pada 2050.

Halaman: