Tingginya harga batu bara akibat gejolak geopolitik antara Rusia dan Ukraina dikhawatirkan akan kembali mengganggu pasokan batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dioperasikan PLN.
Namun, perusahaan setrum pelat merah ini memastikan bahwa pasokan batu bara untuk kebutuhan PLTU di tanah air saat ini dalam kondisi aman. Ini setelah perusahaan mengubah mekanisme sistem monitoring batu bara dan melakukan transformasi menjadi berbasis digital.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir telah meminta PLN untuk melakukan transformasi dalam tata kelola energi primer. Sehingga ia memastikan kebutuhan batu bara untuk pasar domestik dalam kondisi aman di tengah situasi internasional yang fluktuatif dan ditambah adanya perang antara Rusia dengan Ukraina.
"PLN telah mengubah sistem pengadaan batu bara secara digital dan berkoordinasi dengan kami di Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM, sehingga pengadaan batu bara untuk penyediaan listrik kepada masyarakat tetap terjaga," kata Erick dalam keterangan tertulis, Jumat (4/3).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan, sesuai arahan Menteri ESDM dan Menteri BUMN mekanisme pasokan kebutuhan batu bara sudah dibenahi oleh PLN. Salah satunya dengan melakukan kontrak jangka panjang dengan monitor kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) yang terpantau secara digital dan terintegrasi dengan sistem database di Kementerian ESDM.
“Perubahan sistem kontrak berbasis digital yang kami kelola sekarang telah mengantisipasi kondisi fluktuatif harga batu bara di pasar internasional, sehingga ketersediaan batu bara tetap aman. Rata-rata stok pembangkit sudah di atas 15 hari operasi (HOP),” ujarnya.
Ia menambahkan, kebijakan pemerintah serta dukungan DPR melalui Komisi VI dan Komisi VII yang tetap mematok harga DMO batu bara sebesar USD 70 per metric ton (MT) juga sangat membantu PLN. Khususnya untuk mengamankan pasokan batu bara di tengah lonjakan harga.
Secara sistemik, menurutnya PLN telah melakukan perubahan paradigma dalam monitoring dan pengendalian pasokan batu bara, yang semula berfokus pada pengawasan di titik bongkar (estimated time of arrival/ETA) menjadi berfokus di titik muat/loading.
Langkah pengawasan tersebut, tak hanya melalui fisik di lapangan tetapi juga dengan integrasi sistem monitoring digital antara sistem PLN dengan sistem di Direktorat Jenderal Mineral Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM.
Sistem ini memberikan informasi target loading yang terintegrasi dengan sistem di Ditjen Minerba yang mencatat realisasi loading dari setiap pemasok.
"Kami bersama dengan Kementerian ESDM melakukan enforcement day to day kepada pemasok untuk memastikan setiap pengiriman yang direncanakan dapat di- loading sesuai rencana. Apabila terjadi kegagalan loading, maka sistem terintegrasi antara PLN dan Ditjen Minerba akan langsung mengunci sehingga tidak memungkinkan pemasok tersebut melakukan ekspor," kata dia.
Selain itu, PLN juga terus meningkatkan kerja sama dan kolaborasi dengan para pengusaha kapal melalui INSA (Indonesian National Shipowners Association).
Langkah ini dilakukan secara intens untuk memastikan realisasi pasokan batu bara termasuk penugasan dari Kementerian ESDM dapat terlaksana dan terkirim sesuai jadwal yang dibutuhkan.