Pengembangan Logam Tanah Jarang Fokus pada Monasit yang Melimpah

ANTARA FOTO/REUTERS/Patrick T. Fall
Ilustrasi logam tanah jarang.
11/4/2022, 18.57 WIB

Pemerintah selama 10 tahun ke depan akan gencar melakukan eksplorasi logam tanah jarang monasit yang dinilai memiliki beragam manfaat seperti bahan baku baterai listik, elektronik, serta lapisan kendaraan militer dan penerbangan.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufiek Bawazier, menyebut monasit merupakan logam memiliki nilai tinggi di sektor industri.

“Ini vitaminnya industri, dikatakan jarang tapi secara material dia melimpah,” kata Taufiek saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR pada Senin (11/4).

Taufiek menjelaskan, logam tanah jarang monasit juga digunakan sebagai bahan baku pembuat turbin angin yang menghasilkan energi hijau. “Ada juga potensi untuk pengembangan laser dan optik yang digunakan di alat-alat industri kesehatan,” sambungnya.

Akan tetapi, ujar Taufiek, proses ekstraksi monasit memerlukan dukungan teknologi tinggi untuk memisahkannya dari sejumlah material lain yang sama-sama terkandung di dalam timah. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi monasit yang cukup melimpah.

Menurut catatan Kementerian ESDM, sebaran potensi mineral logam tanah jarang di Indonesia sebagian besar tersimpan di Pulau Bangka Belitung dengan kandungan monasit mencapai 186.663 ton dan senotim 20.734 ton.

Sumberdaya logam tanah jarang juga ditemukan di Sumatera Utara sebesar 19.917 ton, Kalimantan Barat 219 ton, dan Sulawesi Tengah 443 ton. Sementara negara tetengga seperti Vietnam mempunya cadangan sebesar 22 juta ton. Cina memiliki cadangan terbesar mencapai 44 juta ton, lalu Brazil 21 juta ton, India 6,9 juta ton, dan Amerika 1,5 juta ton.

“Produksinya masih dikuasai oleh Cina 62% dan faktanya cadangannya banyak di sana. Indonesia juga bisa ekstraksi untuk hasilkan logam tanah jarang. Kemenperin sudah menyiapkan peta jalan yang kuat agar investasi bisa masuk,” ujarnya.

Taufiek memaparkan, dalam kurun waktu 2022 hingga 2035, Pemerintah menargetkan pembangunan industri pemurnian monasit untuk menghasilkan monasit oksida yang dapat digunakan untuk industri keramik, katalis, cat anti radar, baterai NiMH, konduktor, dan magnet.

Sementara itu, Direktur Utama PT Timah, Achmad Ardianto, mengatakan pihaknya bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sejak tahun 2010 telah melakukan sejumlah penelitian untuk melakukan pengolahan monasit menjadi konsentrat monasit Karbonat, monasit hidroksida, dan monasit oksida.

Melalui prosedur cracking, PT Timah dan Batan sejauh ini telah menghasilkan 300 ton monasit hidroksida, namun belum bisa dimanfaatkan karena terkendala aturan dan ketersediaan pasar. “Sekarang ada 300 ton stok Monasit Hidroksida, siap untuk dikembangkan lebih jauh,” sambung Ardianto.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu