Upaya Uni Eropa (UE) untuk memangkas sumber-sumber pendapatan Rusia yang dapat digunakan untuk mendanai perang di Ukraina tak membuahkan hasil yang diharapkan. Sebaliknya, Rusia membalas dengan mengurangi aliran gas hingga 75% ke Eropa.
Pemangkasan volume gas yang dikirmkan itu langsung berdampak pada perekonomian Eropa. Menurut data Eurostat, selama 25 tahun terakhir 80% kebutuhan gas UE dipenuhi melalui impor, dengan 60% di antaranya berasal dari Rusia.
Namun volume pengiriman yang berkurang tak berbanding lurus dengan pendapatan yang Rusia terima dari hasil penjualan gas. Bahkan Rusia masih meraup pendapatan sama seperti tahun sebelumnya berkat lonjakan harga gas yang signifikan sepanjang tahun ini.
Menurut laporan Independent Commodity Intelligence Services (ICIS), perusahaan gas milik negara Rusia, Gazprom, masih meraup sekitar US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,48 triliun per hari dari hasil penjualan gas ke Eropa.
“Sangat mengejutkan bahwa meskipun ada pengurangan 75% dalam pasokan harian oleh Gazprom ke Eropa, penerimaan harian masih sama dengan tahun lalu dan tentu saja lebih tinggi dari masa sebelum pandemi Covid-19,” kata kepala analis gas ICIS Tom Marzec-Manser seperti dikutip Bloomberg pada Jumat (24/6).
Bahkan, pendapatan gas Rusia dalam beberapa bulan terakhir mengalami peningkatan signifikan menjadi sekitar € 35 miliar atau sekitar Rp 550 triliun, sejak perang Rusia-Ukraina dimulai.
Harga gas berjangka Eropa saat ini naik empat kali lipat dari level Juni. Untuk pekan ini saja harga naik hingga 16% setelah Gazprom memangkas aliran gas di pipa utama Nord Stream. Gazprom beralasan sanksi negara Barat telah membuat turbin utama yang tengah diperbaiki di Kanada tidak bisa dikirim kembali ke Rusia.
Jerman menuding pemangkasan gas oleh Rusia bermotif politik dan ditujukan untuk mengguncang pasar. Penurunan pengiriman ini memperburuk krisis energi di Eropa di mana konsumen telah bergulat dengan tagihan energi yang melonjak di tengah krisis biaya hidup terburuk dalam beberapa dekade terakhir.
Jerman yang bergantung pada Rusia untuk lebih dari sepertiga pasokan gasnya menaikkan tingkat risiko dalam rencana darurat gas nasionalnya pada Kamis (23/6).
Sebelumnya Kremlin, sebutan pemerintah Rusia, telah memperingatkan berulang kali bahwa sanksi internasional akan lebih melukai Eropa daripada Rusia. Chief Executive Officer (CEO) Gazprom Alexey Miller mengkonfirmasi pekan lalu bahwa perusahaan telah diuntungkan dari meroketnya harga gas di Eropa meskipun volume yang diekspor lebih rendah.
Pada paruh pertama Juni, pengiriman harian rata-rata Gazprom di luar negara bekas Uni Soviet, termasuk ke sebagian besar negara Uni Eropa dan Turki, turun ke level terendah sejak 2014.