Harga minyak dunia turun tajam seiring menguatnya kekhawatiran akan terjadinya resesi di tengah prospek kenaikan suku bunga bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) dan Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed), serta penguncian wilayah (lockdown) Covid-19 di Cina yang menekan permintaan energi.
Harga minyak mentah Brent, turun 3% ke US$ 92,83 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) turun ke level US$ 86,88 per barel. Harga dua minyak acuan global ini sebelumnya naik setelah OPEC+ memangkas target produksi bulan Oktober sebesar 100.000 barel per hari (bph).
Pemangkasan produksi tersebut tidak berarti dengan kapasitas produksi total negara OPEC dan sekutunya termasuk Rusia, atau OPEC+, yang mencapai 2,9 juta bph, namun dapat menjadi sinyal pemangkasan lebih lanjut untuk menstabilkan harga minyak.
“Penyesuaian kecil ini menunjukkan bahwa kami akan memperhatikan, preemtif, dan proaktif dalam mendukung stabilitas dan fungsi pasar yang efisien untuk kepentingan pelaku pasar dan industri,” kata menteri energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, seperti dikutip oilprice, Rabu (7/9).
Ini adalah pesan ke pasar yang sebagian besar ditafsirkan oleh para analis sebagai tekad aliansi dan pemimpin de factonya, Arab Saudi, untuk terus melakukan intervensi di pasar dan tidak membiarkan harga jatuh terlalu rendah dari level saat ini.
Apalagi pertemuan OPEC kemarin juga memutuskan bahwa pertemuan kini dapat dilakukan kapan saja untuk membahas kebijakan produksi, jika diperlukan, untuk merespon perkembangan pasar yang terjadi.
“Fokus sementara beralih ke kekhawatiran ekonomi dan inflasi di antaranya dua faktor yang relevan adalah perpanjangan penguncian COVID di China dan keputusan suku bunga ECB Kamis,” kata broker minyak PVM, Tamas Varga.
Cina telah melonggarkan pembatasan Covid-19 tetapi memperpanjang lockdown di Chengdu, yang menambah kekhawatiran bahwa inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga akan memukul permintaan minyak. ECB diperkirakan akan menaikkan suku bunga tajam pada pertemuan Kamis.
Nilai tukar dolar AS yang lebih kuat, yang naik sekitar 0,6% karena data industri jasa AS yang lebih baik dari perkiraan, juga memberi tekanan pada harga minyak.
Pembacaan aktivitas sektor jasa memberi harapan bahwa Federal Reserve akan terus menaikkan suku bunga, yang dapat memicu resesi dan menurunkan permintaan bahan bakar.
“Pada dasarnya, ini semua tentang pasokan yang ketat dan kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi yang mungkin terjadi di masa depan,” kata Phil Flynn, seorang analis di grup Price Futures di Chicago. “Ini telah menciptakan banyak ketidakpastian di pasar.”
Di sisi penawaran, tanda-tanda untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran menantang harga minyak mentah dengan mengurangi kemungkinan OPEC+ akan bergerak maju dengan rencana pengurangan produksinya.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa mengatakan bahwa dia ragu akan kesepakatan nuklir Iran akan dihidupkan kembali. “Anda mungkin tidak mendapatkan pengurangan produksi OPEC jika minyak mentah Iran belum kembali ke pasar,” kata Direktur Energi Berjangka Mizuho, Bob Yawger.