Potensi Besar Pengembangan Bioetanol dari Tebu untuk Pengganti BBM

ANTARA FOTO/Syaiful Arif/foc.
Buruh angkut menaikkan tebu keatas truk di Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (10/8/2022). Pemerintah tengah mengembangkan bioetanol dari tanaman tebu untuk bahan campuran BBM.
14/10/2022, 19.24 WIB

"(Tahun ini) tinggal nyampur doang, kajiannya sudah. Kalau Pertamina sudah siap dari tangkinya, sudah bisa jalan," kata Dadan di Kantor Kementerian ESDM pada Selasa (2/8).

Dadan mengaku pengembangan bioetanol lebih sulit daripada pengembangan biodiesel yang saat ini sudah mencapai B40. Alasan utamanya yakni belum tersedianya suplai bahan baku tetes tebu untuk menjamin keberlanjutan pasokan.

Tetes tebu, kata Dadan, saat ini masih digunakan sebagai bahan baku di industri pemanis dan menjadi komoditas ekspor. "Bahan bakunya tidak bisa dijamin karena jumlahnya gak banyak. Dia juga dibutuhkan di industri lain dan jadi komoditas ekspor juga. Kalau dipakai berlebih, bakal mengganggu untuk keperluan yang lain," ujarnya.

Walau begitu, pihaknya tetap mengupayakan agar pemanfaatan bioetanol bisa diwujudkan. Dadan mengatakan saat ini Kementerian ESDM telah menjalin komunikasi dengan dua pabrik bioetanol di daerah Malang dan Mojokerto.

"Kita ingin supaya tidak hanya solar saja yang ada campurannya, tapi bensin juga ada. Semoga nanti keekonomiannya bisa masuk," kata Dadan.

Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal EBTKE, Edi Wibowo, menyampaikan bahwa pabrik bioetanol yang berlokasi di Malang memiliki kapasitas produksi tahunan sejumlah 10.000 kilo liter (kl). Sementara pabrik yang terletak di Mojokerto mampu memproduksi bioetanol hingga 30.000 kl per tahun.

"Pabrik di Malang mereka produksi untuk industrial grade (suplai Industri). Sementara untuk fuel grade (bahan bakar kendaraan) untuk keperluan sendiri atau sesuai permintaan. karena suplai etanolnya juga terbatas, jadi belum bisa diimplementasikan secara nasional," jelas Edi.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu