Kementerian ESDM mendorong adanya perpanjangan kontak Karya PT Vale Indonesia Tbk yang akan berakhir pada Desember 2025. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan Vale harus membangun pabrik pengolahan bijih mineral atau smelter demi mendapat izin perpanjangan kontak karya.
"Vale gak ada masalah, diperpanjang. Tidak ada masalah, tapi harus bangun smelter," kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (2/12).
PT Vale merupakan perusahaan yang memiliki konsesi tambang seluas 118.017 hektare di tiga provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Perseroan juga melanjutkan rencana pembangunan pabrik pengolahan nikel beserta fasilitas pendukungnya di Sambalagi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dan di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Adapun proyek di Bahodopi direncanakan untuk membangun pabrik pengolahan untuk memproses bijih saprolit dan menghasilkan feronikel yang merupakan bahan utama dalam pembuatan baja nirkarat.
Untuk Pomalaa, proyek yang saat ini dikembangkan adalah untuk memproses bijih nikel limonit dengan menggunakan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) untuk menghasilkan produk yang dapat diolah menjadi bahan baku baterai mobil listrik. Proyek memiliki kapasitas produksi 120.000 metrik ton per tahun.
Sementara proyek smelter Bahadopi yang dibangun di Sulawesi Tengah diharapkan dapat meningkatkan produksi sebesar 73.000 metrik ton nikel per tahun. Sejauh ini proyek ini masih dalam tahan mengurus perizinan dengan nilai investasi sekitar US$ 2 miliar untuk pengadaan pabrik dan US$ 400 juta untuk tambang.
Selanjutnya, proyek smelter ketiga dibangun di provinsi Sulawesi Selatan, Sowowako diperkirakan memiliki kapasitas 60.000 metrik ton nikel.
Sebelumnya, hingga pertengahan September 2022, Vale belum mengajukan perpanjangan Kontrak Karya yang akan habis pada 2025 mendatang, menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Direktur Utama Vale Indonesia, Febriany Eddy, mengatakan perusahaan masih fokus pada pengerjaan dua proyek pabrik pengolahan atau smelter nikel yang terletak di Blok Bahadopi Sulawesi Tengah dan Blok Pomalaa Sulawesi Tenggara.
Walau belum mengajukan permohonan perpanjangan kontrak, Febri menyebut perseroan aktif menjalin komunikasi dengan Kementerian ESDM.
"Memang belum mengajukan karena pemikiran saat ini fokus pada pembangunan pabrik pengolahan bijih nikel," kata Febri saat ditemui wartawan di Hotel Park Hyatt Jakarta Pusat pada Selasa (13/9).
Holding BUMN pertambangan, Mining Industry Indonesia (MIND ID), menyatakan masih menunggu penugasan dari pemerintah untuk mengakuisisi 11% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Divestasi ini merupakan syarat bagi Vale untuk proses perpanjangan Kontrak Karya atau KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus atau IUPK.
Adapun KK Vale akan berakhir pada 28 Desember 2025. Ketetapan tersebut tertulis dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba), pasal 112.
Guna memperoleh IUPK, Vale Indonesia wajib mendivestasi 51% saham mereka ke negara, baik kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD) maupun badan usaha swasta nasional.
"MIND ID menunggu arahan lebih lanjut dari Pemerintah terkait divestasi 11% saham Vale dan proses formal dari Vale untuk menawarkan saham tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku," kata Kepala Divisi hubungan kelembagaan MIND ID, Niko Chandra, kepada Katadata.co.id, Rabu (9/7).
Pada 2020, MIND ID melalui PT Indonesia Asahan Alumuniun atau Inalum resmi meneken perjanjian pembelian 20% saham divestasi Vale dengan komposisi sahamVale Canada Limited dilepas 14,9% dan Sumitomo Metal Mining 5,1% dengan saham seharga Rp 2.780 per saham atau senilai total Rp 5,52 triliun.