Langkah pemerintah untuk membebaskan pajak penghasilan (PPh) sekaligus pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor hulu migas dinilai masih sulit untuk mengerek pertumbuhan investasi. Hal lantaran tren transisi energi dunia.
Sejumlah perusahaan telah bermanuver ke pengembangan bisnis energi terbarukan. Lembaga keuangan dan bank internasional juga disebut terus menurunkan pendanaan kepada sektor industri energi fosil untuk mengurangi jejak karbonnya.
Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menganggap daya tarik invetasi di sektor hulu migas kian turun karena kondisi lapangan migas domestik yang sudah tua serta penemuan lapangan migas yang kian mengarah pada medan-medan sulit seperti daerah lepas pantai atau offshore.
"Menurut saya tidak ada efek yang ditimbulkan dari pembebasan PPN dan PPh dalam upaya peningkatan investasi hulu migas di Indonesia karena sudah mulai masuk pada masa sunset," kata Fahmy kepada Katadata.co.id, pada Kamis (15/12).
Fahmy menambahkan, saat ini para pengusaha migas lebih memilih untuk mengalokasikan pendanaan pada perluasan bisnis ke sektor energi terbarukan, seperti yang dilakukan oleh Inpex yang telah menanamkan sahamnya di dalam proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Rantau Dedap, Muara Enim, Sumatera Selatan.
Adapun bagi bara pelaku usaha energi fosil lainnya seperti batu bara juga tengah serius untuk terjun kepada pengembangan energi baru seperti gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether atau DME.
"Kecenderugan investor energi sekarang pada invetasi energi baru dan terbarukan. Meskipun sudah ditambah dengan pembebasan pajak, saya kira sulit untuk meningkatkan minat invetasi migas domestik," kata Fahmy.
Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan juga menyebut periode transisi energi menjadi tantangan serius bagi investasi sektor hulu migas di Tanah Air.
"Transisi energi ini menjadi poin, karena semua perusahaan larinya ke sana dan hampir semua lembaga pembiayaan menarik diri dari pembiayaan kegiatan energi fosil," kata Mamit saat dihubungi lewat sambungan telepon pada kesempatan berbeda.
Adapun SKK Migas memperkirakan investasi di sektor hulu migas hingga akhir tahun ini hanya mencapai US$ 12,1 miliar. Angka tersebut 8,3% lebih rendah dari target US$ 13,2 miliar. Merosotnya hitung-hitungan investasi hulu migas disebabkan oleh kekhawatiran perusahaan atas fluktuasi harga minyak dunia.
Biaya investasi pada hulu migas diprediksi terus naik akibat tren transisi energi dan tekanan energi bersih pada sektor industri fosil.
Beberapa perusahaan migas juga dituntut untuk menerapkan teknologi penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilizaton and storage (CCUS) agar produk yang dihasilkan bisa terserap oleh pasar, meski pemasangan CCUS berimbas pada naiknya kebutuhan investasi proyek.
Kendati demikian, Mamit menyampaikan bahwa wacana pembebasan pajak di hulu migas perlu ditanggapi secara serius untuk menjaga capaian produksi migas nasional.
"Dengan adanya penghapusan PPN dan PPh ini diharap bisa mengurangi beban dan menarik investasi. Tapi ini kan rencananya dimasukan ke RUU Migas yang gak jelas mau dikelarin kapan," ujar Mamit.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mengusulkan pembebasan PPh sekaligus PPN di sektor industri hulu migas di dalam revisi UU Migas. Pembaharuan regulasi itu dimaksud untuk menarik minat investor di tengah kondisi produksi dan lifting migas yang belum optimal, bahkan cenderung turun dari tahun ke tahun.
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan bahwa prinsip tersebut kerap disebut dengan 'assume and discharge', di mana para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akan dibebaskan dari tuntutan PPN dan PPh.
"Apabila assume and discharge berlaku, berarti PPN dan PPh tidak ditarik pemerintah, sudah bersih lah jadi KKKS tidak dikenakan itu," kata Tutuka saat ditemui di Gedung Nusantara I DPR pada Selasa (13/12).
Tutuka menilai, usulan regulasi di sektor invetasi hulu migas ini dapat memberikan daya tarik bagi para investor dari domestik dan luar negeri untuk mengoptimalkan eksplorasi migas di Tanah Air. "Iya itu kami usulkan di RUU Migas, usulannya gitu supaya menarik. Diterima atau engga, nanti kami proses," ujar Tutuka.