Pemerintah belum memberi kepastian soal implementasi pungutan ekspor batu bara oleh Badan Layanan Umum (BLU) yang sebelumnya ditargetkan berjalan pada Januari 2023. Rencana tersebut kini justru terancam batal seiring belum adanya kesepakatan ihwal waktu operasional BLU.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengaku bahwa implementasi BLU masih menemui beberapa rintangan atau kendala. Konsep kerangka kerja BLU pada awalnya bakal meniru Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Namun Arifin mengatakan konsep kerja BLU tak bisa disamakan dengan BPDPKS. Hal ini berangkat dari usulan tupoksi BLU batu bara yang hanya punya fungsi tunggal, yaitu mengatur selisih antara harga pasar batu bara dengan harga DMO untuk PLN dan industri tertentu, seperti industri semen dan pupuk.
"Jadi memang BLU yang kemarin diusulkan masih ada hambatannya. BLU sedang mau didiskusikan lagi," kata Arifin saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (6/1).
Melalui skema BLU ini, PLN dan industri semen, pupuk, dan industri tertentu hanya wajib membayar batu bara senilai harga jual domestic market obligation atau DMO, yakni US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri.
Selisih harga jual pasar akan dibayarkan kepada pengusaha lewat dana yang dihimpun oleh BLU. Adapun sumber dana BLU berasal dari pungutan ekspor batu bara. Fungsi tunggal ini berseberangan dengan peran BPDPKS yang tak cuma sebagai lembaga 'himpun-salur'.
Dana pungutan BPDPKS juga memiliki fungsi lain seperti peremajaan perkebunan kelapa sawit, penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, dan penenuhan untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri perkebunan kelapa sawit, serta penyediaan dan pemanfaatan bahan bakan nabati jenis biodiesel untuk campuran solar.
"Karena kalau di sawit itu kan juga terkait dengan solar, kalau BLU batu bara kan tidak begitu," ujar Arifin.
Sebelumnya diberitakan, Implementasi BLU batu bara yang dijadwalkan bisa berjalan pada Januari 2023 tak kunjung terwujud. Hal ini lantaran belum adanya regulasi yang mengatur mekanisme maupun pelaksanaan pungutan ekspor batu bara oleh BLU.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan bahwa sampai sejauh ini pelaksanaan BLU di lapangan belum terealisasi. "Setahu saya skema BLU belum berjalan karena belum ada dasar hukum. Sama sekali belum berjalan," kata Hendra kepada Katadata.co.id, Kamis (5/1).