Aturan Pembatasan Pertalite Selesai Dibahas, Tunggu Pengesahan Jokowi

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/nym.
Petugas mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite ke sepeda motor konsumen di SPBU Imam Bonjol, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (24/6/2022).
9/1/2023, 11.31 WIB

Pemerintah mengaku sudah merampungkan pembahasan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).

Beleid tersebut akan mengatur distribusi BBM bersubsidi Pertalite dan Solar, diharapkan bisa terbit paling lambat Februari 2023. Anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, mengatakan bahwa penerbitan revisi Perpres 191 tinggal menunggu pengesahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Saleh menyampaikan, pembahasan maupun diskusi perihal substansi dan administrasi di lingkup antar kementerian dan lembaga telah tuntas seutuhnya. "Harapan kami Januari-Februari semoga sudah bisa terbit. Secara substansi dan dari sisi administrasi sudah clear," kata Saleh dalam Energy Corner CNBC pada Senin (9/1).

Meski begitu, Saleh tak menjelaskan detail lebih lanjut soal kriteria kendaraan yang akan diatur. Dia hanya menyebut, penyusunan revisi Perpres 191 sudah melewati pembahasan dari banyak pemangku kepentingan, termasuk dari Korps Lalu Lintas Polri untuk memperoleh data identitas kendaraan sekaligus NIK pemilik.

"Namun tentu pemerintah, dalam hal ini presiden, memiliki pertimbangan sendiri dengan berbagai aspek. Sehingga menurut saya, bagusnya kita tunggu saja," ujar Saleh.

Pada kesempatan tersebut, Saleh juga mengimbau kepada warga yang ingin mendapatkan jatah BBM bersubsidi Pertalite dan Solar untuk segera mendaftarkan diri ke program Subsisi Tepat MyPertamina.

Input data calon penerima akan diverifikasi oleh sistem sebelum ditetapkan sebagai warga yang berhak menerima Pertalite maupun Solar. "Dengan sistem digitalisasi ini maka konsumen yang berhak menerima BBM bersubsidi punya QR Code," kata Saleh.

Saleh juga menyampaikan bahwa revisi Perpres 191 juga menjadi salah satu instrumen pemerintah untuk menekan tingkat penyalahgunaan BBM bersubsidi melalui pencegahan pengisian berulang lewat sistem pengawasan digital.

"Misal untuk Solar untuk mobil hanya boleh isi 60 liter per hari. Jika kuotanya hari itu sudah habis, maka tidak bisa isi Solar di SPBU Pertamina manapun," ujar Saleh.

Adapun BPH Migas melaporkan dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis sepanjang tahun 2022 sebanyak 1.422.263 liter. Total nilai penyalahgunaan BBM bersubsidi ditaksir tembus Rp 700 miliar. Mayoritas BBM yang disalahgunakan berjenis Solar. Penyelewengan tersebut terjadi di sejumlah wilayah yang ada di Indonesia.

Faktor-faktor penyahgunaan BBM bersubsidi tak terlepas dari disparitas harga solar industri dan solar subsidi yang cekup lebar. Faktor lainnya adalah tidak adanya perbedaan spesifikasi antara solar subsidi dan solar industri sehingga pengawasannya tidak maksimal.

Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, mengatakan harga Solar subsidi mencapai Rp 6.800 per liter, jauh dari harga Solar industri yakni Rp 20 ribu per liter.

"Jadi angka selisihnya sangat besar dan ini menimbulkan keinginan dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan penyalahgunaan BBM subsidi," kata Erika dalam konferensi pers Penyalahgunaan BBM Bersubsidi Tahun 2022 yang disiarkan di Youtube pada Senin (3/1).

Pada kesempatan tersebut, Erika menjelaskan beberapa modus operasi penyalahgunaan BBM bersubsidi. Salah satunya menggunakan kendaraan yang sama untuk membeli BBM bersubsidi secara berulang-ulang.

"Mengisi BBM, kemudian dia keluar lagi, mengisi lagi di SPBU tersebut berkali-kali dengan mengganti nomor polisinya," ujar Erika.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu