Kementerian ESDM menyampaikan bahwa rencana konsolidasi holding panas bumi yang terdiri dari dua perusahaan di bawah Kementerian BUMN yakni PT PLN Gas dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) dengan PT Geo Dipa Energi yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan belum mencapai titik temu.

Direktur Panas Bumi Harris Yahya mengatakan, tiga perusahaan BUMN itu masih berhitung soal potensi manfaat yang diperoleh usai melakukan konsolidasi. Sebagai perusahaan yang telah berdiri sejak 2022, Geo Dipa telah memiliki memiliki fasilitas produksi setrum panas bumi dari hulu ke hilir. Sementara operasional PGE masih terbatas pada infastuktur hulu dan PLN yang hanya bermain di hilir atau sektor pembangkit listrik.

Merger itu ada perhitungan masing-masing. Di situ mungkin belum mencapai titik temu, sehingga ini belum berjalan. Geo Dipa juga belum sempat bicara lebih lanjut,” kata Harris saat ditemui di Sekretariat Ikatan Alumni ITB Jakarta Selatan, Rabu (29/3).

Harris pun menyampaikan bahwa rencana konsolidasi tersebut akan diusahakan berjalan sebelum PGE melakukan penawaran saham perdana ke publik atau initial public offering (IPO) pada Februari lalu. “Dulu memang diharapkan merger sebelum PGE IPO, merger-nya belum jadi tapi sekarang PGE sudah IPO,” ujar Harris.

Pada forum yang sama, Direktur Operasi dan HSSE PT Geo Dipa Energi, Rio Supriadinata Marza, menyampaikan bahwa holdingisasi bisa mempercepat pengembangan energi panas bumi domestik. Dia menjelaskan, peningkatan daya setrum panas bumi di dalam negeri berjalan cukup konservatif selama 15 tahun terakhir.

Lebih lanjut, kata Rio, daya kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) pada 2008 sebesar 1.000 megawatt (MW). Jumlah ini bertambah menjadi 2.200 MW sampai 2.300 MW pada 2023.

“Baru dua kali lipatnya dari tahun 2008 sampai 2023. Artinya hampir 20 tahun masih tak seberapa dan bila kita bicara ingin percepatan saya kira merger adalah pilihannya,” kata Rio saat ditemui di Sekretariat Ikatan Alumni ITB Jakarta Selatan pada Rabu (29/3).

Kendati demikian, Rio mengusulkan agar pemerintah memberi kesempatan kepada Geo Dipa untuk berkembang secara mandiri. Alasannya, BUMN yang berada di bawah Kementerian Keuangan itu memiliki fasilitas produksi setrum panas bumi dari hulu ke hilir.

Menurutnya, Pertamina lebih relevan untuk mengatur ketahanan energi lewat optimalisasi produksi bahan bakar minyak dan gas. Sementara PLN diamanatkan untuk mengoptimalisasi pembangkit listrik dari sumber energi bersih selain panas bumi. “Tapi kalau BUMN ingin konsolidasi karena semangatnya untuk merger jadi sebuah kekuatan yang besar untuk kepentingan negara, Geo Dipa siap ikut kemauan pemerintah,” ujar Rio.

Sebelumnya, Kementerian BUMN serius untuk melakukan holdingisasi atau menyatukan perusahaan nasional yang bergerak di sektor penyediaan energi terbarukan dengan perusahaan PLTP milik negara. Holdingisasi di tubuh perusahaan PLTP disebut bisa mengoptimalkan produksi listrik dan penyaluran setrum bersih ke wilayah kawasan industri hijau.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, kementeriannya bakal membentuk holding panas bumi yang terdiri dari dua perusahaan di bawah Kementerian BUMN yakni PT PLN Gas dan PT Pertamina Geothermal Energy dengan PT Geo Dipa Energi yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan. Holdingisasi adalah istilah yang merujuk pada penggabungan berbagai perusahaan di bawah satu perusahaan induk.

Untuk melancarkan penyatuan perusahaan tersebut, Erick mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai pimpinan lembaga yang membawahi PT Geo Dipa Energi. "Kami sudah ngobrol, tapi kan tidak usah kesusu. Saya juga sudah ngomong dengan PLN soal ini," kata Erick.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu