PT Kilang Pertamina Internasional berkomitmen untuk mengembangkan kilang-kilang yang beroperasi saat ini menjadi kilang hijau atau green refinery untuk menghasilkan produk-produk yang lebih ramah lingkungan. Dua kilang hijau Pertamina yaitu di Kilang Cilacap, Jawa Tengah dan Kilang Plaju, Sumatera Selatan.
Kilang hijau atau green refinery inisiatif strategis dalam mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) nasional tahun 2025 untuk dapat menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dengan menggunakan bahan baku terbarukan (renewable Feedstock).
Pertamina menargetkan peningkatan produksi pada sejumlah bahan bakar nabati seperti Pertamina Renewable Diesel dari minyak sayur atau hydrotreated vegetable oil (HVO), Bioavtur, dan BioNaphta yang ditargetkan rampung paling lambat pada 2027.
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Taufik Aditiyawarman, mengatakan ekspansi volume produksi bahan bakar nabati perseroan mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), dimana kebutuhan BBM diperkirakan terus meningkat hingga 2040.
Di dalam REUN, peta jalan pengembangan kilang Pertamina mengacu pada penambahan kapasitas pengolahan dari 1,05 juta barel per hari (bph) menjadi 1,4 juta bph. Selanjutnya, produksi BBM dari 700.000 bph menjadi 1,2 juta bph.
Lebih lanjut, peningkatan produksi juga menyasar pada komoditas Petrokimia dari 1,6 juta ton per tahun menjadi 7,4 juta ton per tahun. Peningkatan produksi bahan bakar domestik bertujuan untuk menurunkan impor produk gasoline (bensin) menjadi 25%.
Adapun impor gasoline saat ini masih tertahan di kisaran 60%. Lewat peta jalan pembaharuan kilang, Pertamina juga menyiapkan strategi produksi BBM ramah lingkungan setara EURO V serta peningkatkan Nelson Complexity Index (NCI) atau kompleksitas kilang untuk nilai produk.
"Green Refinery Pertamina merupakan komitmen Kilang Pertamina untuk memproduksi bahan bakar yang berkualitas dan ramah lingkungan,” ujar Taufik dalam siaran pers pada Jumat (14/7).
Sejauh ini Kilang Cilacap mampu mengolah bahan baku campuran BBM dari minyak kelapa sawit atau refined bleached deodorized palm oil (RBDPO). Ke depan, Pertamina berencana meningkatkan kemampuan kilang untuk mengolah minyak jelantah atau used cooking oil (UCO) menjadi biofuels dan HVO.
HVO merupakan diesel terbarukan yang diproduksi melalui proses hidrogenasi dan hydocracking dengan menggunakan hidrogen. Produk utama dari HVO dapat disebut sebagai green diesel atau D100.
Rencana Pertamina paling dekat saat ini adalah mengembangkan Green Refinery Cilacap fase dua untuk meningkatkan kapasitas pengolahan menjadi 6.000 bph dengan varian feedstock lebih luas dan mampu mengolah minyak jelantah.
Pertamina menargetkan Green Refinery Cilacap fase dua dapat beroperasi pada 2026 untuk meningkatkan kualitas produk dan menurunkan emisi gas buang.
Pertamina juga berencana untuk mengembangkan kapasitas pengolahan Kilang Plaju hingga kapasitas pengolahan 20.000 bph hingga mampu memproduksi Pertamina RD, Bioavtur, dan BioNaphta pada 2027.
"Pengembangan green fuels dari green refinery Pertamina menunjukkan komitmen Kilang Pertamina dalam mencapai tujuan energi bersih dan terjangkau serta sejalan dengan komitmen Kilang Pertamina dalam menjaga ketahanan energi nasional dan mendukung net zero emission 2060," ujar Taufik.