Rupiah Melemah dan Harga Minyak Naik, Ini Kebijakan ESDM Soal BBM

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/nym.
Petugas mengisi bahan bakar minyak ke kendaraan konsumen di SPBU 5483203, Mataram, NTB, Kamis (4/4/2024).
Penulis: Mela Syaharani
5/4/2024, 17.33 WIB

Lonjakan harga minyak yang dibarengi dengan pelemahan nilai tukar rupiah berdampak besar terhadap kebijakan subsidi BBM di dalam negeri, terutama terhadap besaran subsidi dan kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah.

“Ya kami harus antisipasi kenaikan subsidi sama kompensasi ya. Tapi yang pertama energinya cukup dulu lah, jangan sampai kurang,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat (5/4).

Terkait hal ini, Arifin mengatakan bahwa pemerintah akan tetap pada keputusannya untuk tidak menaikkan harga BBM dan tarif listrik hingga Juni mendatang. “Yang penting harus aman dulu. Kita lihat perkembangan (harga) nanti. Tapi kedepannya memang harus dilakukan langkah-langkah efisiensi,” kata dia.

Arifin menjelaskan efisiensi ini dimaksudkan untuk mewujudkan subsidi BBM yang tepat sasaran. Efisiensi juga didorong dengan konversi motor BBM menjadi motor listrik. “Konversi harus cepat. Habis itu infrastruktur harus terbangun baik, jadi efisiensi bisa (dilakukan),” ujarnya.

Harga Minyak Tembus US$ 90 per Barel

Sebagai informasi harga minyak mentah Brent telah kembali menembus level US$ 90 per barel pada Kamis (4/4). Terakhir kali Brent berada di level ini yaitu pada Oktober 2023. Sedangkan WTI bergerak di level US$ 87 per barel.

Kenaikan harga minyak beberapa waktu terakhir ini terutama didorong oleh tensi geopolitik yang memanas antara Rusia dan Ukraina, dan juga potensi meluasnya perang di Timur Tengah. Sementara itu OPEC+ tetap pada keputusannya untuk mengurangi pasokan sebesar 2,2 juta barel per hari tahun.

Bank of America (BofA) memprediksi harga Brent dapat menyentuh level US$ 95 per barel pada musim panas tahun ini. Namun kenaikan hingga level tersebut bergantung pada ekspektasi musim panas dengan latar belakang pasokan yang lebih ketat dari perkiraan.

Secara umum, BofA menaikkan proyeksi rata-rata harga minyak Brent sebesar US$ 6 per barel, dari perkiraan sebelumnya US$ 80 per barel menjadi US$ 86 per barel tahun ini. Sedangkan untuk minyak WTI rata-rata US$ 81 per barel atau naik 8% dari perkiraan sebelumnya US$ 75 per barel.

"Persediaan yang rendah di seluruh kompleks minyak, pemangkasan produksi OPEC+, ketegangan geopolitik, dan angka pertumbuhan ekonomi yang kuat telah membalikkan tren harga. Keadaan saat ini menunjukkan kondisi (pasokan minyak) musim panas yang lebih ketat dari yang diperkirakan," kata BoA dalam sebuah pernyataan.

Sementara untuk Rupiah, hari ini dibuka menguat 0,17% ke level 15.892 per dolar pada perdagangan hari ini. Kendati demikian, kemungkinan rupiah kembali melemah masih besar.

Analis pasar uang, Lukman Leong, mengatakan rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS. Penguatan terjadi setelah pernyataan para pejabat bank sentral AS, The Federal Reserve, Neel Kashkari dan Thomas Barkin. Dia memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang 15.850-16.000.

“Dolar AS rebound setelah pernyataan hawkish dari pejabat the Fed Kashkari dan Barkin,” ujar Lukman kepada Katadata.co.id, Jumat (5/4). “Namun perlemahan akan terbatas, investor menantikan data cadev Indonesia,” ujarnya.

Reporter: Mela Syaharani