Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor batu bara Indonesia pada Maret 2024 mengalami penurunan secara bulanan dan tahunan. Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, nilai ekspor batu bara pada Maret 2024 tercatat mencapai US$ 2,56 miliar.
“Nilai ini menurun 1,13% jika dibandingkan Februari 2024 yang mencapai US$ 2,59 miliar dan turun 28,49% jika dibandingkan Maret 2023,” kata Amalia dalam rilis BPS pada Senin (22/4).
Kendati demikian, Amalia menyebutkan bahwa secara volume ekspor batu bara meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Pada Februari volume ekspor hanya 33,05 juta ton, namun pada Maret 2024 volumenya bertambah menjadi 33,31 juta ton.
Sebagai informasi, secara total nilai ekspor nonmigas Indonesia melonjak 17,12% secara bulanan menjadi US$ 21,15 miliar pada bulan lalu. Sementara secara tahunan kinerjanya menurun 4,21% dibandingkan Maret 2023 yang bernilai US$ 22,08 miliar.
Nilai ekspor nonmigas ini secara bulanan mengalami peningkatan dan sebagian besar ditopang oleh tiga komoditas unggulan Indonesia meliputi batu bara, besi baja serta minyak sawit. "Tiga komoditas tersebut memberikan share 29,54% dari total ekspor nonmigas Indonesia pada Maret 2024," ujarnya.
Meski batu bara menurun, namun besi dan baja yang masuk dalam salah satu komoditas unggulan pada Maret 2024 lalu kinerja ekspornya justru meningkat.
Nilai ekspor besi dan baja meningkat 27,06% secara bulanan menjadi senilai US$ 2,13 miliar, lebih tinggi dibandingkan Februari 2024 senilai US$ 1,68 miliar. Jika dilihat secara tahunan, nilai ekspor komoditas ini turun 7,23% atau lebih rendah dari Maret 2023 senilai US$ 2,29 miliar.
Sama seperti batu bara, pada Maret 2024 volume ekspor besi dan baja juga meningkat dari 1,54 juta ton pada Februari menjadi 1,73 juta pada Maret 2024. Volume ini juga tercatat lebih tinggi dibandingkan Maret 2023 sebanyak 1,33 juta ton.
Dalam kesempatan yang sama Amalia mengatakan pada Maret 2024 secara umum harga komoditas di pasar internasional mengalami peningkatan dibandingkan Februari 2024. “Harga energi naik didorong salah satunya oleh kenaikan harga batu bara,” ujarnya.
Sementara itu, harga logam mulia meningkat cukup signifikan karena di tengah tekanan geopolitik di Timur Tengah. “Logam mulia dianggap sebagai alternatif aset yang lebih aman,” ucapnya.