Kementerian ESDM masih menunggu persetujuan izin prakarsa revisi Peraturan Presiden (Perpres) 104/2007 tentang penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga gas LPG 3 kg dalam rangka pengaturan kriteria pengguna isi ulang.
“Saat ini sedang menunggu izin prakarsa,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di Jakarta, Rabu (29/5).
Dadan menilai, revisi regulasi tersebut merupakan bagian dari transformasi Kementerian ESDM yang bertujuan untuk membuat ekosistem distribusi tabung gas subsidi lebih tepat sasaran.
Ia menyampaikan status pencatatan penerima LPG 3 kilogram per tanggal 19 Mei 2024 yakni sebanyak 42,4 juta orang yang didata melalui nomor induk kependudukan (NIK) yang terintegrasi dalam sistem Merchant Pangkalan Pertamina.
“Pengguna LPG tabung 3 kilogram adalah pengguna yang telah terdata dan tercantum dalam data by name by address sesuai ketentuan yang berlaku,” kata dia.
Saat ini pihaknya mencatat realisasi kuota LPG 3 kilogram mencapai 2,68 juta metrik ton atau sebanyak 33,3% dari akumulasi kuota yakni sebesar 8,03 juta metrik ton di tahun 2024.
Ia menjelaskan secara statistik, tren kenaikan kuota subsidi LPG 3 kilogram pada tahun 2019-2022 rata-rata sebesar 4,5% per tahun. Sedangkan perbandingan penyaluran LPG secara tahunan (year on year/yoy) dari 2022 ke 2023 yaitu 3,2%.
“Penurunan persentase kenaikan sebesar 1,3%, dipengaruhi oleh transformasi tahap I dan peningkatan pengawasan,” katanya.
Sebelumnya Kementerian ESDM menyampaikan telah menemukan indikasi gas LPG oplosan saat menggelar sidak hotel, restoran, dan kafe (horeka) yang digelar pada bulan April di Jakarta, Bogor, Depok, dan Bali.
Contoh kecurigaan tersebut karena terdapat selisih harga beli komunitas yang di bawah harga pasaran yakni LPG tabung 50 kilogram sebesar Rp 600 ribu sedangkan harga resmi yang dijual dari Pertamina sekitar Rp 900 ribu.